Life Only Once. Stop Thinking and Just Make It Work.

5.15.2025

[15] Balada Eropa : Kepulangan Bersama Scoot Air!

Jadwal penerbangan kepulanganku dari Athena ke Singapura hari ini adalah pukul 2 siang. Sebuah penerbangan langsung, direct flight, yang akan memakan waktu sekitar 12 jam. Cukup panjang, tapi aku siap.

Hari ini rasanya campur aduk—antara excited dan lega.
Lega karena akhirnya, trip besar pertamaku ke Eropa ini hampir selesai... dan bisa dibilang cukup lancar. Meskipun sempat kacau di awal—dengan drama HP hampir hilang, kamera hampir hilang, salah tanggal sehingga harus membatalkan eksplore Paris, tidak tidur 2 malam dan langsung ikut day trip di Iceland—tapi semuanya bisa kulalui. Aku bangga sama diriku sendiri karena tetap bertahan. Tetap jalan walaupun diawal hampir menangis menyerah.

Tapi juga excited... karena jujur aja, aku udah kangen berat sama makanan Indonesia. Kepiting asam pedas, bakso, mie ayam, sayur asem, soto daging, awhhh. Bahkan nasi putih hangat aja dan telur udah mewah banget rasanya di bayanganku. Dua minggu terakhir di Eropa ini aku benar-benar harus irit. Banyak makan seadanya—kadang mi instan, kadang roti isi yang aku ga begitu cocok rasanya. Perutku sudah protes dari kemarin, minta sesuatu yang berbumbu, yang berkuah, yang pedas dan kaya rasa.

Akhirnya jam 9 pagi, aku check out dan mulai melangkah keluar dari Sparta Hostel. Rencananya, aku akan naik metro untuk menuju bandara. Untungnya, dari pusat kota bisa langsung naik Line 3 (jalur biru) yang menuju Athens International Airport tanpa perlu ganti jalur. Dan karena aku masih punya one day pass, tiketnya masih berlaku jadi nggak perlu keluar uang lagi—hemat, kan?

Waktu check out, aku tidak menjumpai lagi Sofia. Entah dia sudah pergi duluan atau masih di kamar. Tapi dalam hati aku cuma bisa berharap: semoga perjalanannya lancar, dan hidupnya dilimpahi keberuntungan—ya, semacam harapan baik walaupun kita hanya sempat kenal sebentar.

Sampai di stasiun metro, aku tidak perlu menunggu lama—metronya datang tepat waktu. Aku naik dan duduk di pojokan, menikmati perjalanan menuju Bandara Internasional Athena. Waktu tempuhnya sekitar 40 menit, tapi entah kenapa terasa cepat. Mungkin karena pikiranku melayang ke banyak hal.

Dari balik jendela metro, aku melihat pemandangan kota Athena yang perlahan menghilang. Inilah momen-momen terakhirku di kota ini, bahkan di Eropa. Sebentar lagi aku akan meninggalkan benua penuh biru ini—biru lautnya, biru langitnya, biru rasa tenangnya. Aku akan kembali ke Asia, ke negaraku, ke rutinitasku yang kadang terasa membosankan tapi tetap berarti. Dan itu juga berarti: perjalanan berikutnya... masih harus menunggu waktu lagi.

Tanpa sadar, lamunanku membawaku sampai di bandara Athena. Karena aku tiba cukup awal, aku memilih duduk-duduk dulu di area keberangkatan. Aku buka tas, cek ulang semua barang—paspor, dompet, charger, snack sisa, semua aman.

Sekitar jam 11 siang, aku pun mulai bergerak ke area check-in, menyerahkan bagasi, dan lanjut masuk ke area boarding. Setelah melewati imigrasi dan pemeriksaan barang, aku tiba di gate. Di sana, aku duduk sambil menunggu waktu boarding—mengamati orang-orang dari berbagai negara yang juga sedang bersiap kembali... entah ke mana. Tapi aku? Aku siap pulang.

Akhirnya boarding pun tiba dan para penumpang dipersilakan naik ke pesawat Scoot Air, yang berbadan lebar. Pesawat yang digunakan adalah Boeing 787 Dreamliner, dengan konfigurasi tempat duduk 3-3-3. Aku cukup beruntung karena mendapat kursi dekat jendela meskipun tidak memilih sebelumnya. Sementara di barisku, bagian tengah kosong, memberi sedikit ruang ekstra untuk selonjor atau bersandar. Di sisi kanan, dekat lorong, duduk seorang cewek Asia—sendiri juga, kelihatannya.

Aku memang tidak memesan makanan sebelumnya, jadi aku sudah antisipasi dengan membawa beberapa snack dari hostel. Air minum juga sudah aku isi ulang dari tempat pengisian di Bandara Athena, jadi untuk penerbangan panjang ini aku cukup siap. Pesawat ini tidak terisi penuh, jadi suasananya lebih tenang dan tidak sesak. Perjalananku kembali ke Asia pun dimulai dari sini, dari kursi dekat jendela, sambil melihat langit biru Eropa yang makin menjauh.

Pesawat akhirnya menderu meninggalkan landasan Bandara Athena. Perjalanan panjang pun dimulai—direct flight menuju Asia, menempuh waktu sekitar 12 jam. Seperti biasa, setelah take off dan lampu sabuk pengaman dimatikan, aku langsung bersiap untuk posisi tiduran, mencoba menghemat tenaga dan waktu.

Sekitar dua jam setelah mengudara, pramugari mulai membagikan makanan bagi penumpang yang sudah memesan sebelumnya atau membeli makanan onboard. Karena aku masih punya bekal snack dan belum terlalu lapar, aku santai saja, tidak ikut antre.

Tapi memasuki jam ketiga, keempat, perut mulai memberontak. Aku akhirnya memanggil pramugari dan memesan Pop Mie serta minuman hangat. Pembayaran kulakukan dengan sisa-sisa poin euro yang aku punya—lumayan, masih cukup.

Beberapa jam berikutnya perjalanan berlangsung cukup mulus. Ada sedikit turbulensi, tapi tidak mengganggu, hanya sesekali terasa goyangan kecil. Yang menyenangkan, cewek Asia yang tadi duduk di sisi lorong ternyata memutuskan pindah ke baris lain. Alhasil, aku punya tiga kursi sendiri—sebuah kemewahan tak terduga di penerbangan ekonomi. Langsung saja aku manfaatkan untuk selonjor dan rebahan, lumayan buat menyambung tidur yang tidak pernah benar-benar nyenyak.

Sekitar 11 jam penerbangan, pilot akhirnya mengumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat. Prosedur standar pun dimulai—kursi ditegakkan, meja dilipat, jendela dibuka. Di momen itu, aku mulai bisa melihat langit Singapura dari balik jendela. Ada rasa lega yang langsung mengalir. Ini aku... sudah kembali ke Asia.

Perasaan itu campur aduk—antara senang, nyaman, dan lapar. Iya, lapar. Aku langsung terbayang makanan-makanan Asia yang lebih familiar dan berani bumbu. Nggak sabar banget rasanya mau makan yang pedes, gurih, berempah. Ya, Singapura dulu juga nggak apa-apa. Toh makanan Melayu, Cina, India, ya sebelas dua belas lah... kalau lagi beruntung bisa nemu nasi padang juga.

Nggak lama setelah itu, pesawat Scoot benar-benar mendarat dengan mulus di Bandara Changi. Jam menunjukkan pukul 7 pagi. Welcome back to Asia, yeay. Udara tropis, bau kopi, dan antrian imigrasi pun siap menyambut.

Akhirnya aku landing juga di Bandara Changi. Pemeriksaan imigrasi berjalan lancar, cepat dan nggak banyak tanya. Begitu keluar dari area kedatangan, hal pertama yang langsung kulakukan adalah... cari makan. Perut udah keroncongan sejak di pesawat.

Aku mampir ke salah satu food court dan memesan nasi dengan daging—plus es teh tarik dingin. Rasanya... luar biasa. Bener-bener nendang, bumbunya masuk banget ke mulutku, dan sensasi dingin teh tarik itu jadi penyelamat setelah belasan jam di udara. Perut kenyang, hati tenang, walau tubuh agak limbung karena istirahat yang kurang. Ya gimana, kan penerbangannya kayak meloncat waktu. Berangkat dari Athena jam 2 siang, tahu-tahu nyampe Singapura jam 7 pagi keesokan harinya.

Tapi ya, meskipun jetlag masih menggantung di kelopak mata, perjalanan belum selesai. Karena besok aku sudah harus kerja, jadi hari ini aku langsung lanjut perjalanan darat ke Kuala Lumpur. Tiket pesawat pulangku ke Indonesia—dari Kuala Lumpur ke Surabaya—berangkat dari sana. Jadi perjalanan Eropa-ku resmi ditutup dengan satu etape terakhir: kembali menyusuri daratan Asia Tenggara.

Dari Bandara Changi, akhirnya aku memutuskan naik metro menuju Stasiun Kranji. Perjalanannya cukup panjang, sekitar satu jam lebih dikit, tapi lancar dan nyaman seperti biasanya kalau naik MRT di Singapura.

Sampai di Kranji, aku langsung keluar dan naik bus menuju perbatasan Singapura–Malaysia. Prosedur imigrasi di dua sisi—Woodlands dan Johor Baru—cukup cepat meskipun sempat antri. Dari situ, aku lanjut naik bus lokal menuju Terminal Johor Baru.

Di Terminal Johor Baru, aku nggak lama-lama, langsung cari bus lanjutan menuju Kuala Lumpur. Perjalanan daratnya lumayan panjang, sekitar enam jam. Tapi pemandangan di sepanjang jalan cukup menghibur—bukit, hutan, dan langit yang mulai meredup seiring waktu. Akhirnya aku sampai di Kuala Lumpur menjelang sore hari. Badan lelah, tapi senang karena perjalanan panjang dari Eropa ini akhirnya mulai mendekati garis akhir.


Sampai Kuala Lumpur, aku tiba di TBS—Terminal Bersepadu Selatan. Dari situ aku langsung lanjut naik bus lagi menuju KLIA2 karena penerbanganku ke Surabaya dijadwalkan malam itu juga. Sebelumnya, aku sempat mampir sebentar ke KL Sentral untuk makan. Rasanya senang banget bisa duduk tenang sambil menikmati makanan hangat di tengah perjalanan panjang yang hampir tanpa henti.

Begitu tiba di KLIA2, aku segera check-in, lewat imigrasi, pemeriksaan barang, lalu masuk ke gate untuk boarding. Tidak lama kemudian, pesawat lepas landas membawa aku pulang... menuju Surabaya.

Aku mendarat di Surabaya malam itu juga. Rasanya campur aduk—lega karena akhirnya sampai rumah, lemas karena badan benar-benar capek, dan sedikit males karena tahu besok harus langsung kerja lagi. Tapi ya begitulah hidup. Kenyataan harus dihadapi, meskipun raga masih separuh tertinggal di langit Eropa.

Tapi tenang... aku sudah punya satu hal yang bikin semangat lagi: trip selanjutnya di bulan Agustus dimana aku akan ke Vietnam bareng dua teman kerjaku serta di bulan September (jika aku dapat visa USA) ke Hawai'i. Petualangan belum selesai—thank you for everything Europe!

0 comments:

Posting Komentar