Life Only Once. Stop Thinking and Just Make It Work.

5.03.2025

[8] Aloha Hawai'i : Surga Tropis Bernama Hoo'maluhia Botanical Garden !

 Yeay, hari ketiga aku di sini! Pagi ini aku sengaja bangun lebih awal karena rencananya mau jalan ke tempat yang cukup jauh dari Pantai Waikiki, yaitu Ho‘omaluhia Botanical Garden (yang sering juga ditulis Fo‘o Malohia, tapi nama resminya Ho‘omaluhia). Taman ini berada di daerah Kaneohe, di sisi timur laut Pulau O‘ahu. Jaraknya dari Pantai Waikiki sekitar 20–25 km, dan kalau naik bus umum butuh waktu kurang lebih 1,5 jam tergantung lalu lintas dan transfer antar busnya.

Keluar dari penginapan, aku langsung menuju 7-Eleven buat cari sarapan. Di sini pilihan makanannya beragam banget. Ada bento, musubi, onigiri, bahkan lauk-pauk panas. Aku akhirnya ambil nasi ayam jamur, yang kemudian kukuyur dengan saus sambal—bikin tambah gurih dan mantep!

Aku membawa sarapanku ke Pantai Waikiki. Berjalan sejenak, aku menemukan sudut yang sepi untuk sarapan. Suasana pagi di pantai itu luar biasa tenang dan menyegarkan. Ombak-ombak kecil pecah di pantai, angin pantai yang sepoi-sepoi dan matahari yang belum naik. Langit cerah tapi belum terik, dan udara masih segar banget. Burung-burung dara beterbangan rendah di sekitar pasir, kadang nyamperin kalau ada remah makanan jatuh.

Papan-papan selancar masih berdiri berjejer di pinggir pantai, seperti pasukan yang siap beraksi. Beberapa peselancar sudah terlihat di kejauhan, mengejar ombak pagi yang katanya paling enak buat main selancar. Tapi selain itu, pantai masih relatif sepi, bikin momennya terasa lebih personal dan damai.

Makan sambil lihat pemandangan kayak gini tuh nikmatnya nggak bisa dijelasin. Cuma duduk di pasir, makanan sederhana dari 7-Eleven, tapi rasanya damai banget.

Selesai sarapan di Pantai Waikiki yang damai itu, aku langsung naik bus menuju halte terdekat dengan Ho‘omaluhia Botanical Garden. Perjalanan dari Waikiki ke arah Kaneohe ini memakan waktu sekitar 30–40 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Bus berhenti di tepi jalan utama, dan dari situ aku masih harus jalan kaki cukup lumayan—melewati jalanan yang tidak terlalu ramai tapi tetap beraspal mulus—untuk bisa sampai ke gerbang taman.

Belum juga masuk taman, tiba-tiba perutku memberontak. Aku pun cepat-cepat mampir ke sebuah minimarket di sekitar situ buat numpang toilet. Syukurlah bersih dan lega. Selesai urusan darurat itu, aku sekalian beli es kopi buat teman jalan pagi. Rasanya menyegarkan dan pas banget buat recharge tenaga sebelum menjelajah.

Begitu sampai di gerbang Ho‘omaluhia Botanical Garden, suasananya langsung beda. Nggak ada tiket masuk alias gratis, cukup sapa dan senyum ke petugas penjaga yang duduk santai di posnya. Dari situ aku mulai masuk ke dalam—melalui jalan beraspal yang kanan kirinya sudah mulai menunjukkan keindahan alam Hawaii yang khas.

Ho‘omaluhia sendiri berarti “untuk menciptakan ketenangan” dalam bahasa Hawaii, dan memang sesuai namanya, tempat ini bener-bener bikin hati adem. Taman ini dibangun oleh U.S. Army Corps of Engineers pada tahun 1982 sebagai bagian dari proyek pengendalian banjir, tapi sekarang sudah berkembang jadi taman botani seluas 400 hektar yang menyimpan berbagai jenis tumbuhan tropis dari seluruh dunia—Asia Tenggara, Afrika, Pasifik, dan tentu saja tanaman asli Hawaii.

Semakin aku masuk ke dalam, pemandangan makin spektakuler. Bukit-bukit hijau yang menjulang membentuk latar belakang dramatis—bagian dari pegunungan Ko‘olau Range. Permukaannya nggak halus, malah sebaliknya: penuh lekukan curam dan vertikal yang seperti dipahat oleh waktu dan hujan tropis selama ribuan tahun. Saat kabut tipis menggantung di puncaknya, rasanya kayak lagi di dunia film fantasi.

Di sepanjang jalan, aku melihat danau buatan yang tenang, jalan setapak yang membawa pengunjung menjelajahi taman dengan berbagai zona vegetasi, dan area piknik yang menghadap ke panorama pegunungan hijau. Suara burung lokal dan desiran angin membuat suasana makin damai. Ini bukan sekadar taman, tapi tempat buat menyatu dengan alam.

Setelah sekitar satu jam menjelajahi kedamaian dan keasrian Ho‘omaluhia Botanical Garden—berjalan santai di antara pohon-pohon tropis, menyerap udara segar yang masih bersih, dan berfoto dengan latar pegunungan hijau nan megah—aku merasa puas banget. Rasanya seperti recharge total dari hiruk pikuk kota. Tempat ini benar-benar bikin pikiran jadi lebih ringan.

Akhirnya, aku memutuskan untuk keluar dari taman dan berjalan kembali menuju jalan raya. Jalur keluar masih sama seperti saat masuk tadi, tapi kali ini aku lebih santai. Sambil jalan, aku melewati pemukiman warga lokal—rumah-rumah sederhana khas Hawaii, beberapa ada yang memajang tanaman hias di halaman, dan suasananya terasa damai dan sangat "hidup".

Tapi tiba-tiba... GUK! GUK! GUK!
Sebuah gonggongan keras banget terdengar dari sisi kanan. Astaga! Jantungku langsung lompat, kayak mau copot saking kagetnya. Ternyata itu suara anjing peliharaan dari salah satu rumah yang kulewati. Dia menggonggongin aku kencang banget dari balik pagar rumah. Dalam sepersekian detik, aku sempat mikir, “Ya ampun, ini anjing lepas nggak ya? Jangan-jangan dia lari ngejar aku?”

Tapi untungnya dia tetap di balik gerbang—cuma menggonggong keras dengan ekspresi teritorial. Aku cuma bisa menghela napas panjang dan bilang dalam hati, “Astaga... ngagetin banget, sih. Bikin jantungan aja."

Jalan pun kulanjutkan, tapi langkahku jadi agak loyo, sisa kagetnya masih terasa. Rasanya kayak baru dapat shock therapy gratis.

Akhirnya, setelah beberapa menit jalan, aku sampai lagi di tepi jalan raya. Matahari udah tinggi, sekitar jam 12 siang. Aku duduk sebentar di bangku halte, minum sisa es kopi tadi, sambil menenangkan diri. Napas mulai stabil lagi, dan aku buka ponsel buat browsing—cari tahu, habis ini enaknya ke mana ya? Hari masih panjang, dan O‘ahu masih punya banyak cerita yang ingin kutelusuri.

Setelah duduk sejenak menenangkan diri dari kejutan gonggongan anjing tadi, akhirnya aku memutuskan destinasi selanjutnya: Polynesian Cultural Center (PCC). Tempat ini terletak di Laie, bagian utara Pulau O‘ahu—jauh lebih ke utara lagi dari posisi aku saat itu di Ho‘omaluhia Botanical Garden, yang berada di Kaneohe.

Jarak dari Ho‘omaluhia Botanical Garden ke Polynesian Cultural Center sekitar 48–50 km, dan karena ini O‘ahu, perjalanannya nggak bisa dibilang cepat. Kalau naik bus umum, biasanya butuh waktu sekitar 2,5 hingga 3 jam, tergantung waktu tunggu dan rute yang dipakai (biasanya harus transit di Haleiwa atau sekitar Wahiawa). Tapi pemandangan sepanjang jalan, terutama saat mulai masuk kawasan pantai utara, itu luar biasa indah. Jalanannya sering membelah perbukitan dan menyusuri garis pantai dengan laut biru di sisi kanan—bikin capek jadi nggak terasa.

Sebelum naik bus, aku mampir dulu ke minimarket buat beli makan siang. Sederhana aja, tapi cukup buat bekal perjalanan panjang. Sambil duduk nunggu bus, aku masih nggak nyangka aja—karena awalnya sama sekali nggak ada rencana ke PCC, ini murni keputusan spontan karena baca-baca info dan langsung tertarik.

Dengan harga 84 USD (saat itu), ternyata sudah termasuk tiket masuk ke kompleks budaya yang sangat luas ini, menampilkan tujuh kawasan budaya yang mewakili pulau-pulau utama di kawasan Polinesia—seperti Hawaii, Samoa, Tonga, Fiji, Tahiti, dan Aotearoa (Selandia Baru). Selain itu, tiket juga termasuk makan siang buffet dan pertunjukan besar malam hari di teaternya, yang katanya sih gila kerennya—penuh dengan musik, tarian api, dan cerita mitologi khas kepulauan Pasifik.

Perjalananku menuju utara pun dimulai. Dari taman tropis yang tenang di Kaneohe, aku akan menuju ke pusat budaya yang meriah dan penuh warna di Laie. Ready for the next culture experience!

0 comments:

Posting Komentar