Malam itu tanggal 25 Maret 2010, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Aku duduk di meja belajar dengan mata yang mulai berat, buku-buku ekonomi berserakan. Materi dari kelas X sampai XII seperti gunung yang tak kunjung bisa kudaki sepenuhnya. Rasanya otakku sudah overload. Materi ekonomi itu luas banget, dari teori klasik sampai grafik kurva yang naik-turun bagai hidup remaja penuh kegalauan. Ujian Akhir Nasional tinggal hitungan jam, dan aku masih merasa belum benar-benar siap.
“Kenapa materi ekonomi banyak banget sih, GUSTI...” gumamku dalam hati. Aku merasa seperti sedang mengejar kereta yang sudah hampir berangkat, tapi kakiku tertahan oleh waktu dan keterbatasan tenaga.
Akhirnya, dengan kepala penuh angka, teori permintaan-penawaran, elastisitas, dan APBN, aku menulis sebuah status Facebook. Isinya? Doa pasrah yang kocak sekaligus tulus. Aku bilang, “kuserahkan materi yang belum bisa kupelajari lagi karena masalah keterbatasan waktu ini padaMU...” Semoga apa yang sempat kupelajari bisa nyangkut di otak meski cuma kulihat sekilas-sekilas.
Tulisan itu kutulis dalam kondisi setengah pusing, pasrah, setengah berharap, dan sepenuhnya memohon campur tangan Tuhan. Hanya itu yang bisa kulakukan.
Dan keesokan harinya...26 Maret 2010
Ternyata, Tuhan mendengar. Soal-soal UAN Ekonomi tidak seekstrem yang kutakutkan. Memang ada materi kelas X dan XI, tapi tidak se-mendetail yang kubayangkan. Banyak yang justru fokus pada materi kelas XII, yang masih segar dalam ingatan karena baru kupelajari dalam beberapa bulan terakhir.
Aku bisa mengerjakan dengan cukup lancar. Tidak sempurna, tentu. Tapi juga tidak tersungkur. Saat itu aku merasa lega... semua kepanikan malam sebelumnya ternyata terlalu didramatisir oleh rasa takutku sendiri. Sewaktu pengumuman nilai UAN, aku agak lupa, sepertinya nilai UAN Ekonomi-Akuntansiku saat itu ada di angka 8 koma sekian—aku sendiri jujur nggak ingat lagi, saking udah lamanya. Hehe.
Dan hari ini...26 Mei 2025
Hari ini, 26 Mei 2025, 15 tahun berselang sejak malam itu. Usiaku sudah 33 tahun wkwk. Aku membaca kembali status Facebook lamaku dan tersenyum geli—juga sedikit terharu. Anak remaja yang dulu menulis dengan penuh doa dan kekhawatiran itu... sekarang sedang menulis ini, sambil mengenang, bahwa kita semua pernah muda, pernah takut, dan pernah pasrah sepenuhnya, berharap semesta memberi sedikit kelonggaran.
Dan kadang, keajaiban memang datang bukan karena kita belajar sempurna, tapi karena kita cukup berusaha... dan sisanya diserahkan pada semesta.
0 comments:
Posting Komentar