Life Only Once. Stop Thinking and Just Make It Work

12.18.2017

Surabaya, 19 Desember 2017 : Sebuah Pemahaman

SUMBER  GAMBAR : PINTEREST

Traveling mengajarkanku menjadi pribadi yang open minded. Aku senang belajar bahasa, menyanyi lagu berbahasa asing, mempelajari budaya, mempelajari pola/tingkah laku manusia dari berbagai negara. Salah satu hal yang aku sukai juga adalah belajar agama.

Dari beberapa agama yg sudah aku pelajari sedikit/sekilas, aku menemukan kenyamanan mempelajari agama Buddha. Semua ajarannya logis, terkadang menyentil keegoisanku sebagai manusia terlalu keras, sampai aku hanya bisa berkata, "Iya, batinku memang sangat kotor."

Seperti di postinganku 2 hari yll, dimana aku bilang akhir-akhir ini aku sering dilanda kejenuhan dan 'sedikit' rasa putus asa, aku mulai menganalisis. Apa sih yang sebenarnya membuatku hampir seperti itu setiap hari? Kenapa aku murung? Kenapa aku tidak bersemangat? Kenapa aku terus-terusan membandingkan diri dengan orang lain? Terkadang menginginkan apa yg orang lain miliki?

Hari ini aku terdiam di pojokan kamar. Aku menganalisis, sebenarnya diriku kenapa. Setelah mendengarkan 'medicine mantra' yang menenangkan batin (sebelumnya kembali berkecamuk parah), aku menemukan jawabannya.

Akhir-akhir ini aku murung karena aku terlalu menonjolkan 'keakuanku'. Aku egois. Aku ingin ini. Aku ingin itu. Terkadang disaat memikirkan ingin itu, aku berpikir, apakah langkahku akan menyakiti orang lain?

Semuanya berawal dari ambisi. Ambisi yg menyebabkannya. Ambisiku untuk keliling dunia, ambisiku untuk road traveling, ambisiku untuk membuat diriku sekeren mungkin. Seketika aku begitu mengasihani diriku sendiri. Untuk apa kamu lakukan semua itu? Kau mau membuktikan ke siapa?

Terkadang disaat aku memikirkan ambisiku, aku sama sekali tidak teringat dengan orang2 terdekat yg saat ini selalu mendukungku 100%. Orang-orang terdekat yang masih bergantung kepadaku. Aku hanya memikirkan 'AKU'.

AMBISI itu telah mengekangku dengan keharusan. Keharusan untuk menabung sebanyak mungkin. Keharusan untuk sebanyak mungkin menyimpan uang utk melaksanakan semuanya. Pada titik itu, aku merasa, jika mempunyai banyak uang, semua masalahku akan terselesaikan. Entah berapa jumlah minimal atau maksimal yg dikehendaki otakku.

Aku tidak belajar, bahwa ketika aku mempunyai uang, tidak serta merta hidupku bahagia. Hidupku justru dibelenggu ambisi yang lebih besar, angan-angan yg semakin melebar, semakin menambah beban mental, semakin menambah rasa tidak bersyukur dan cenderung mengakibatkan serakah. Bahaya. Justru bahaya.

Karena aku belajar. Sejatinya uang berapapun tidak akan pernah cukup untuk memuaskan manusia. Ketika dia punya tabungan 10 juta, dia ingin motor. Ketika mempunyai 100 juta dia ingin mobil. Ketika mempunyai 1 milyar, dia pengen rumah mewah. Ambisi itu tidak akan pernah terpuaskan. Tidak akan pernah cukup.

Lamunanku tersadar oleh suara desahan nafasku yg cukup keras. Seketika aku merasa aku begitu bodoh dan menyesal telah menyia-nyiakan nikmat yg begitu besar. Aku hidup. Aku sehat. Aku masih bisa makan. Aku punya pekerjaan. Punya kedua orangtua dan sahabat yg menyayangiku. Oh bodoh, semua itu adah harta yg paling tak ternilai.

Tulisan ini kubuat jam 00.30 sebelum aku tidur. Besok mau dinas lapangan ke blitar. Semoga ketika rasa jenuh dan putus asa itu dtg lagi, aku bisa membuka dan membaca tulisan ini.

0 comments:

Posting Komentar