Life Only Once. Stop Thinking and Just Make It Work

1.10.2020

9 JANUARI 2020 : PERJUANGAN BELI RUMAH, Bayar DP dan Tandatangan PJB

9 Januari 2020

Akhirnya hari ini datang juga. Hari dimana aku akan kehilangan sebagian besar tabunganku untuk membayar DP Rumahku. Tabungan yang dengan susah payah kukumpulkan selama beberapa tahun ini hehehe. Setelah berhari-hari dirundung kemalasan, akhirnya hari ini aku beranjak juga dari kasur dan HP ku yang nyaman untuk menuju lokasi rumah Marketingnya yang berjarak 1 km dari rumah kakakku. Aku kesana dengan ayahku, ibuku, dan keponakanku, Gavriel.

Akhirnya sampai juga. Setelah berunding sejenak, akhirnya aku memutuskan membayar DP Rp 100.000.000 dari harga total rumah Rp 150.000.000. Karena aku berencana membayar rumah ini secara cash bertahap selama 6 bulan, aku tidak mau terlalu membebani diriku selama 6 bulan kedepan. Jadi selama 6 bulan ke depan, setiap bulan maksimal tanggal 15, aku harus membayar cicilan harga pokok rumah Rp 8.250.000.

Selain harga pokok rumah, aku masih dibebani biaya balik nama, biaya sertifikat dan biaya kelebihan tanah Rp 13.500.000, biaya ini sendiri bisa dibayarkan pada bulan ke-7 setelah cicilan pokok harga rumahku selesai. Aku melakukan transfer 4 kali senilai @ Rp 25.000.000 dari Go Mobile CIMB Niaga.



 Setelah selesai transfer, Mbak Anita - marketing perumahannya - segera membuatkan Perjanjian Jual Beli (PJB), yang intinya menerangkan hak dan kewajibanku terkait pembayaran tahap selanjutnya dan kepemilikan rumah. Aku tandatangan 2 berkas diatas materai, dan secara sah aku sudah bisa memegang kunci rumahku, nomor C39.



Aku merasa begitu lega, begitu senang. Gimanapun, ingin punya rumah sendiri ini sudah keinginanku dari bertahun-tahun yang lalu. Aku ingin mandiri, aku ingin menata rumahku sesuai keinginanku dan aku tidak ingin bergantung tinggal di rumah orang, meski itu rumah kakakku sendiri. Dengan pembelian rumah ini juga, aku memupus kegalauanku tentang "BELI RUMAH atau TERUS TRAVELING?"

Kini karena aku sudah punya rumah, ketika aku sudah selesai menutup bagian belakang rumah (memperluas terkait sisa tanah), membangun pagar dan mengisi beberapa perabotan pokok, aku bisa traveling sepuasnya hihihi.

Aku bisa kemanapun tanpa harus berpikir lagi, "Beli Rumah atau Terus Traveling?"

Setelahnya aku mengajak keluargaku dengan mobil kesayanganku, "KIA RIO 2012" untuk jalan-jalan sejenak ke bandara dan ke Waduk Cengklik. Perasaanku sangat ringan dan tenang. Terimakasih Tuhan....

1.05.2020

6 Januari 2020: PERJUANGAN BELI RUMAH, Minta Surat Keterangan Lajang ke Kelurahan

Pagi ini aku baru tidur jam 4 pagi, karena aku masih mengerjakan penggambaran peta 9 lokasi di Blitar. Namun karena mata semakin berat dan aku tidak berniat begadang, kusudahi kerjaanku untuk kulanjutkan esok hari. Aku tertidur dengan nyenyak dan terbangun keesokan harinya oleh desakan dari bapakku yang menyuruhku bangun untuk segera mengurus surat keterangan lajang di kantor Kelurahan Gilingan, Solo.

Aku terbangun dengan malas, setelah mengurus kucingku, Si Mio sebentar, aku segera bersiap dan setelahnya mengajak ayahku berangkat. Sebelumnya, kita sarapan di Soto Seger Sastro. Sarapan yang murah, lezat dan mengenyangkan.
Setelahnya, kita bergegas fotocopi KTP dan KK kemudian beranjak ke Kantor Kelurahan Gilingan. Disana kami disambut dengan ramah dan setelah mengutarakan tujuan kami, aku segera diberi form surat keterangan lajang untuk diisi. Setelah ttd diatas materai, surat tersebut langsung distempel kelurahan, dan tadaa, prosesnya selesai. Hanya begitu saja. Tidak perlu menunggu berhari-hari ataupun berminggu-berminggu. Hanya perlu beberapa menit dan semuanya selesai. Salut banget dengan pelayanan Kantor Keluarahan Gilingan.

Setelahnya, ayahku mengajak ke KPP Solo untuk mengurus NPWPku. Sebenarnya aku sudah punya NPWP, hanya belum mempunyai kartunya. Jadi rencana kesana mau nyetak, tapi antrinya lama banget. Jam 12 siang baru antrian ke 54 dari antrian 66 (antrianku). Karena tadi pagi aku sudah berjanji dengan salah satu klienku di Nganjuk untuk menyerahkan perbaikan dokumen 2 hari lagi, aku memaksa ayahku pulang dan mengurus lain waktu. Lagipula, syarat kartu NPWP ini belum urgent dibutuhkan.

Setelah ini, kewajibanku selanjutnya adalah menghubungi Mbak Anita (marketing perumahan), untuk mengabari jika syaratku sudah lengkap. Aku harus menyiapkan KTP, KK, Surat Lajang, dan mempersiapkan membayar uang DP. Bismillah semoga semuanya lancar... Rencana 2 harian lagi aku hubungi.

Sekian, ngetik sambil PDKT sama kucing baruku, Si Mio, yang susah banget didekatin sejak kubeli 3 hari yll di Pasar Depok. 

[2] Kisah Perantauanku di Jakarta : Hari Pertama Kerja

 CERITA SEBELUMNYA : Sasaran Kemarahan Emak

GEOLOGIS di BANK

"Apa yang kamu kerjakan?"

Ane mendapatkan banyak pertanyaan serupa dari teman-teman kuliah ane.

"Apa yang kamu lakukan di bank?"

"Pekerjaan apa yang kamu lakukan di bank?"

"Bagaimana kamu berpakaian di bank?"

"Berapa gajimu?"

FYI, untuk mengambil tanggung jawab atas beasiswa ane, ane magang di Bank C*** N**** Pusat (Jakarta Selatan) pada 2 April 2015 hingga 18 Juni 2015. Di sana, ane ditempatkan di divisi hukum. Divisi yang benar-benar aneh bagi ane. Ane hanya berharap orang akan menerima ane dengan baik di sana. Ane tidak terlalu memikirkan pekerjaan yang akan dikerjakan nanti.

Berdasarkan pencarian internet ane, fungsi divisi hukum adalah untuk Membantu Direktur Administrasi dan Keuangan untuk mengkoordinasikan kegiatan Penanganan Hukum Perusahaan, seperti penanganan masalah hukum dan pendapat hukum terkait dengan bisnis dan administrasi, serta untuk mengembangkan dan mengendalikan standar kualitas, pemantauan dan evaluasi dalam kualitas produk dan layanan perusahaan kontrol, termasuk praktik tata kelola perusahaan yang baik.

Ya ane tidak mengerti sama sekali. Ane cuma berharap ane diletakkan di Divisi CSR. Ane hanya menangkap bahwa pekerjaan saya tampaknya berhubungan dengan undang-undang.


Hari pertama ane di Jakarta tidak benar-benar bahagia. Ane berangkat dari Solo ke Cikarang menggunakan bus malam dengan hati yang muram. Ane tidak pernah ingin tinggal dan bekerja di Jakarta. Ane tidak suka kekacauan, lalu lintas, polusi, dan biaya hidup yang tinggi. Tapi Ane harus pergi dan mengambil tanggung jawab ini.

Ane tiba di Cikarang di pagi hari. Ane berencana untuk tinggal dan beristirahat beberapa jam di rumah saudara perempuan saya di Cikarang sebelum berangkat ke Jakarta. Jarak antara Cikarang dan Jakarta tidak terlalu jauh, hanya 1,5 jam menggunakan bus umum. Saya tidur nyenyak pagi itu, dan bangun jam 12 siang untuk bersiap-siap berangkat ke Jakarta. Hati saya masih muram, saya tidak punya semangat sama sekali. Saya tidak tahu kenapa. Saya pergi sendiri.

Perjalanan dari Cikarang ke Jakarta menunjukkan sisi kemacetan Jakarta yang sebenarnya. Perjalanan yang biasanya bisa dilalui 1,5 jam menjadi 4 jam karena kemacetan lalu lintas. Saya belum pernah melihat begitu banyak mobil dan bus secara bersamaan. Pukul 4 sore, saya tiba di Terminal Blok M dan langsung membuat kartu Trans Jakarta seharga Rp40.000 untuk kartu transportasi. Route Saya harus lulus: Blok M-Dukuh Atas-Mampang Prapatan. Dari Dukuh Atas, saya harus mengubah koridor busway 6 ke Mampang Prapatan.

Saya tidak tahu ini adalah ujian mental berikutnya di Jakarta.

Naik busway dari Blok M ke Dukuh Atas okey. Bus itu bersih, besar dan nyaman. Walaupun saya tidak mendapatkan kursi, saya berdiri cukup nyaman dan menikmati pemandangan Jakarta Selatan yang modern. Perjalanan ini memakan waktu sekitar 45 menit perjalanan hingga Dukuh Atas. Di sinilah penderitaan saya dimulai

Dengan begitu banyak penumpang yang antri, saya menunggu begitu lama di sebuah kamar pengap kotak kaca untuk mendapatkan bus ke Mampang Prapatan. Setiap bus datang, penumpang selalu berebut dan mendorong satu sama lain. Aku harus membawa tas penuh pakaian dan rescucer didorong ke sana kemari. Keringat sudah membanjiri tubuhku. Saya merasa ingin menangis. Kaki saya lelah, tubuh saya lelah karena kurang tidur dan sekarang saya harus menunggu berjam-jam untuk mendapatkan bus. Plus, aku bahkan tidak tahu lokasi yang tepat dari kost saya.

Orang-orang mulai berteriak dan memprotes bus konduktor. Mereka memprotes karena dari beberapa halte bus, semuanya kenapa hanya berakhir di halte Kuningan Timur (1 halte sebelum halte Mampang Prapatan), tidak ada bus yang berakhir di halte Ragunan sesuai keinginan. Saya mulai stres. Orang-orang berteriak dengan marah. Tidak ada pilihan lain, saya harus naik bus yang berakhir di halte Kuningan Timur. Aku akan berjalan dari Kuningan Timur stop untuk Mampang Prapatan Stop. Saya melihat di peta saya, jaraknya tidak begitu jauh, sekitar 1 kilometer.

Penderitaan saya akhirnya berakhir ketika saya berhenti di Kuningan Timur. Di sana, aku mulai berjalan ke selatan sampai menemukan Mampang Prapatan berhenti. Jalanan sangat ramai dan macet. Beberapa kali saya harus melintasi persimpangan besar dengan klakson penuh dari sepeda motor atau mobil. Tidak ada yang peduli bahwa saya berjalan dengan kaki, sedangkan mereka menggunakan mesin. Saya berdoa agar saya bisa selamat.

Dari halte Mampang Prapatan, saya terus berjalan dengan kaki saya yang lelah sampai menemukan Kantor Utama Blue Bird. Calon ibu kost saya mengatakan bahwa lokasi kost saya terletak di gang di belakang Kantor Utama Blue Bird. Dia mengatakan kepada saya untuk mengambil lorong di burung Biru yang tepat dan pergi sekitar 200 meter untuk menemukan masjid. Rumahnya ada di sebelah masjid. Saya harus meminta beberapa orang untuk menemukan lokasi rumah dan akhirnya sepenuhnya sampai jam 8 malam.

Ibu kost saya adalah wanita yang baik dengan gaya berbicara aktif. Setelah kami berbicara untuk sementara dan tekad hal administrasi, aku pergi tidur. Besok adalah hari kerja pertama saya di bank.

###

2 April 2015

Saya bangun jam 03.30 pagi dan mandi. Ini Jakarta, dan dengan kemacetannya, saya tidak tahu jam berapa berangkat ke kantor. Kantor saya akan dimulai pukul 08.30 pagi. Jadi saya memutuskan untuk naik bus sepagi mungkin. Rute bus yang harus saya lewati adalah Mampang Prapatan-Dukuh Atas II, dari Dukuh Atas II, saya harus menyeberangi jembatan ke halte Dukuh Atas I dan naik bus ke halte Gelora Bung Karno. Sederhana,
tetapi di Jakarta bisa kacau ketika kami pergi terlambat.

Saya tiba di Halte Gelora Bung Karno terlalu awal, jam 7:15. Bangunan CIMB Niaga sudah di depan mata, tapi saya tidak berani masuk. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan. Saya menghubungi seorang teman saya yang magang pertama membawa saya ke sana untuk hari pertama di kantor. Dia setuju dan saya menunggu 1 jam baginya untuk datang.

Dengan kepercayaan yang mulai meningkat, saya berjalan bersama teman saya ke gedung CIMB Niaga. Saya naik lift sampai lantai 16 dan dia memperkenalkan saya ke beberapa orang di sana. Orang-orang baik dan menghargai kedatangan saya. Ketika menunggu bos saya datang, saya berbicara dengan teman saya. Ketika sedang berbicara, salah satu staf menegur:

"jika kamu ingin berbicara, kamu dapat berbicara di sana"
Saya sangat terkejut. Sekasar inikah orang Jakarta dalam menegur orang??

Saya minta maaf dan tetap diam sampai bos saya datang. Pfftt.

Bos saya adalah wanita yang baik, sabar dan pengertian. Hari pertama saya, saya mengisi dengan memperbaiki beberapa file dan setelah itu tidak melakukan apa-apa. Saya memainkan ponsel saya sepanjang hari sampai kembali ke kantor pada pukul 05.30.

Dapatkah Anda mengatakan bahwa hari pertamaku di Jakarta Selatan kacau? Mungkin sedikit.....hmmmmm....Bagaimana kelanjutan hari-hariku setelahnya?

Solo, 5 Januari 2020: SORE, HUJAN dan SECANGKIR KOPI

Harum kafein selalu menenangkanku. Seakan-akan setiap kepulan asap kopi hitam mampu menenangkan sel-sel di otakku dari permasalahan hidup ataupun kekuatiran yang datang setiap hari.

Satu tegukan kopi hitam masuk lagi ke kerongkonganku, menemaniku menulis saat ini. Karena saat ini, menulis adalah satu-satunya tempat dimana aku bisa mencurahkan isi hatiku. 

Hujan rintik-rintik masih mendera kotaku menciptakan atmosfer yang sejuk menyegarkan. Sore ini aku tidak bisa duduk di taman miniku karena disitu sedang hujan. Aku menyukai momen kesendirian ini, dengan rintikan hujan dan segelas kopi. 

Tahun 2020 memang diawali dengan kekecewaanku terhadap beberapa penambang yang dengan begitu saja melupakanku, tidak memberikan pembayaran yang seharusnya, saat aku sudah bekerja untuk mereka. Memang sakit hati ini dan emosi. Di saat aku sudah bekerja sebaik-baiknya, mereka justru melupakanku disaat sudah mendapatkan apa yang mereka mau. Aku tidak habis pikir, kok bisa mereka tega seperti itu? Aku sempat emosi, namun kini aku hanya bisa diam. Aku menahan dan berusaha melupakan semua perasaan marah yang menyebabkanku menderita ini. Aku tidak berharap, namun aku yakin hukum karma sebab akibatlah yang akan membalas kelakuan mereka. 

Siang ini aku sudah selesai melakukan survei lokasi pencairan tambang di Mantingan, Kabupaten Ngawi. Semuanya berjalan dengan lancar. Aku sudah mendapatkan semua data yang kubutuhkan, dan mungkin aku membutuhkan 2 minggu untuk mengerjakan dokumen tersebut setelah bapaknya membayar DP. Biaya penyusunan dokumen tidak banyak, hanya 7.5 juta. Itupun akan dibayar secara bertahap oleh bapak penambang. Tidak masalah. Akupun sedang sedikit lesu untuk bekerja setelah semua kekecewaan yang kualami, namun aku masih ingin membantu mereka yang benar-benar serius.

Aku sudah juga mengabari salah satu penambang Ngawi lainnya bahwa area tambang yang mereka ajukan ternyata tumpang tindih dengan penambang lain. Setelah menikmati kopiku, sejenak lagi aku akan mulai menyelesaikan gambar 9 peta blitar yang WAJIB kukirim malam ini kepada klienku.