Life Only Once. Stop Thinking and Just Make It Work

7.27.2024

[PART 1] Journey to Ende - Maumere : Berangkat, Bukit Roja dan Teman Baru!

Perjalanan keempat ane menggunakan SJ Travel Pass berlanjut ke Pulau Flores, tepatnya akan landing di Kota Maumere. Tujuan ane sebenarnya mau ke  Kabupaten Ende, dengan tujuan utama ke Danau Kelimutu. Tapi karena Sriwijaya Air tidak ada rute langsung Surabaya - Denpasar - Ende, jadilah ane mengambil penerbangan Surabaya - Denpasar - Maumere. Dari Maumere ke Ende rencana ane akan naik minibus. Menurut google map sih jaraknya 115 km dan bisa ditempuh dalam waktu 3,5 jam dengan jalan yang 80% kelak-kelok khas Pulau Flores. Well, jalani saja demi impian melihat Danau Kelimutu! 

Tiket ane Surabaya - Denpasar - Maumere PP yang sudah terkonfirmasi. Dengan membership SJ Travel Pass total ane hanya membayar Rp 383.200.

Ane berangkat dari kos jam 6 pagi, dan sampai di Bandara Juanda 30 menit kemudian. Check in berjalan lancar dan ane mendapatkan 2 boarding pass, Surabaya - Denpasar dan Denpasar - Maumere. Penerbangan Surabaya - Denpasar berlangsung lancar kurang lebih 1 jam. Transit 1 jam di Denpasar, ane lanjut terbang Denpasar - Maumere dan landing sekitar jam 12 siang. Ini kedua kalinya ane menginjakkan kaki di Pulau Flores, dimana pertama kali itu adalah tahun 2014 saat ikut proyek ke Labuan Bajo. Seneng banget rasanya bisa kembali ke pulau ini, apalagi bayangin bisa mengunjungi salah saru destinasi wisata paling utama di Indonesia, Danau Kelimutu.

Excited setiap menginjakkan kaki di NTT. Ini difotoin traveler bule.

Keluar dari bandara ane mengiyakan salah satu taksi yang menawari mengantarkan ke pool minibus yang mau ke Ende. Seinget ane tarif taksinya 100ribu. Menurut ane cukup wajar lah karena naik mobil. Selain itu ane juga ga punya option lain dan belum sempet browsing jadi gas aja lah. Waktu tempuh dari Bandara Frans Seda Maumere ke pool minibus yang mau ke Ende cuma 15 menit, dan kesan pertama ane tentang Kota Maumere adalah kotanya cukup rapi, jalanan lebar, dan agak panas. Yah seperti kota-kota pada ummnya.

Jalanan di Kota Maumere. Ane ambil dari Google Street View.

Turun dari taksi ane langsung dapat minibus tujuan Ende. Namun sebelum naik ane sempatkan makan siang di warung dekat pool itu dulu. Perjalanan Maumere + Ende akhirnya dimulai. Penumpang nggak terlalu banyak dan ane duduk di kursi tengah dengan nyaman. Ane bersyukur penumpangnya nggak terlalu penuh karena ini bakal menjadi perjalanan cukup panjang serta berliku.

Rute gergaji Maumere - Ende. 

Minibus yang membawa ane dari Maumere ke Ende. 

Perjalanan berlangsung cukup lama melalui kelak-kelok yang seakan tanpa akhir di Jalan Trans Flores yang lebarnya hanya sekitar 4 meter. Minibus juga beberapa kali berhenti di rumah warga baik untuk menurunkan penumpang, menaikkan penumpang ataupun mengambil barang titipan. Ane menikmati setiap pemandangan yang tersaji di depan, sambil sesekali bersyukur dalam hati bisa kembali menginjakkan kaki di Pulau Flores. Berbeda dengan pulau lainnya di NTT yang pernah ane kunjungi, Pulau Flores ini cukup subur karena seperti kita semua pernah tau disini banyak gunung apinya. Jadilah disepanjang jalan tanaman hijau mendominasi memanjakan mata.

Pemandangan sepanjang jalan Kota Maumere ke Kota Ende. Ane ambil dari Google Street View. 

Pemandangan sepanjang jalan Kota Maumere ke Kota Ende. Ane ambil dari Google Street View. 

Pemandangan sepanjang jalan Kota Maumere ke Kota Ende. Ane ambil dari Google Street View. 

Sekitar jam 6 sore, akhirnya ane sampai di Terminal Kota Ende. Tadi di perjalanan ane udah nandai hotel yang rencana bakal ane inepin (ane belum booking). Jadilah ane segera pesan ojek dan diturunkan di depan hotel. Ane udah sempet masuk halaman hotel dan mencari resepsionis untuk nanya harga tapi tiba-tiba ane di-WA Imam, temen FB ane yang lagi keliling NTT, dan kebetulan posisinya sekarang juga lagi di Kota Ende.

Saat itu Imam nanya ane mau nginap dimana. Ane bilang bahwa ane rencana mau nginep hotel, ini udah sampe hotelnya dan mau check in. 

"Lah kesini aja tidur di rumah Fuad. Kita juga nginep bareng-bareng disini. Nanti biar Fuad yang ngantarin kamu juga ke Danau Kelimutu," kata Imam di WA.

Sebenarnya ane tipe orang yang nggak enak kalau ngrepotin tinggal dirumah orang. Tapi akhirnya ane iyakan aja supaya bisa nambah temen dan supaya Fuad ga repot-repot jemput ane kesana kemari. Ditambah lagi sesuai dengan prinsip awal ane ingin berhemat. 

Imam mengabari via WA kalau kita langsung ketemu di warung makan aja, nanti baru bareng-bareng ke rumah Fuad. Ane segera naik ojek kewarung tersebut dan bertemu Imam, Fuad serta banyak kawan lainnya. Disitu ane berkenalan dengan mereka dan emang mereka itu sebaik dan seramah itu. Bahkan malah makan ane dibayarin Imam, buset nggak enak banget deh ane. Ane berjanji nanti harus gantian ane traktir mereka kalau makan bareng lagi. Selesai makan ane diajak ke rumah Fuad dulu untuk meletakkan tas. Disitu ane sempet ngobrol sama keluarganya Fuad, mereka sungguh baik-baik banget.

Keluarga Fuad 

Sorenya menjelang magrib, Imam cs ngajak ane nongkrong di Cafe Pantai Ria yang berada di Pantai Kota Raja, pesisir timur Kota Ende. Disitu ane pesen pisang goreng coklat keju, es dan kita bercerita banyak. Memang Imam dan Fuad ini tipe-tipe orang yang easy going, sehingga membuat siapapun yang baru kenal jadi ga garing. Setiap ane diem diajak cerita ini itu, jadi ane ga merasa malu.

Nongkrong

Nongkrong selama 1.5 jaman disitu, tiba-tiba ada yang ngajakin ke Bukit Roja. Katanya dari Puncak Bukit itu bisa lihat Gunung Meja, Kota Ende dan Pelabuhan Ende. Ane setuju-setuju aja, dan saat udah mau berangkat tiba-tiba temen Imam berjalan ke kasir mau membayar jajan kita malam ini. Ane yang merasa nggak enak tadi udah ditraktir makan, langsung menahannya dan bilang kali ini ane yang bayar. Untungnya temen Imam setuju dan ane kemudian membayarnya. Huftt lega deh ane.

Perjalanan kita lanjutkan bareng-bareng naik motor ke titik pendakian Bukit Roja, berupa rumah-rumah warga sehingga nggak terlalu sepi. Dari situ kita membayar tiket masuk dan memulai pendakian selama 20 menit sampai puncak bukit. Pendakiannya cukup curam, namun nggak terlalu melelahkan.

Sampai di puncak, memang benar kita bisa melihat kerlap-kerlip Kota Ende dari ketinggian dan aktivitas kapal nelayan yang mencari ikan. Disini aktivitas kita foto-foto dan cerita-cerita sampai sekitar 1 jam.

Foto bareng Fuad cs di Bukit Roja. Thank u friend!

Sesaat kemudian kita turun dan meluncur kembali ke rumah Fuad. Sampai rumah ane disuruh segera istirahat sama Fuad karena kita berencana akan otw ke Danau Kelimutu jam 3 pagi ini. Wowww.... Melintasi Jalan Trans Flores jam 3 pagi. Semoga aman ya! See u tomorrow!

7.26.2024

Dubai, 7 Mei 2023 : Finnaly visit Burj Khalifa and Surround!

Pesawat Air Astana yang ane tumpangi sedikit demi sedikit mulai menurunkan ketinggian. Ane mulai bisa melihat landscape Kota Dubai dari ketinggian. Padang pasir berwarna coklat keemasan tanpa batas. Sesekali terlihat adanya oasis-oasis dan sedikit pepohonan, dan pemukiman-pemukiman warga. Ane udah membatin, negara ini kayaknya bakal panas banget.


Beberapa orang berteriak saat pesawat mengalami turbulensi cukup kencang saat pesawat udah mau landing. Haha ane nikmatin aja sensasi roller coaster ini. Penerbangan selama 4 jam 40 menit dari Almaty ke Dubai akhirnya berakhir saat roda pesawat menyentuh landasan Bandara Internasional Dubai. Jam lokal menunjukkan pukul 1 siang, dimana ane mempunyai waktu transit 14 jam disini sebelum penerbangan lanjutan Dubai - Kuala Lumpur. Hal ini tentulah tidak ane sia-siakan, ane harus masuk negara ini dan liat Burj Khalifa! Burj Khalifa sendiri merupakan gedung pencakar langit tertinggi di dunia, dimana ketinggiannya mencapai 828 meter. Kapan lagi kan? Mumpung transit panjang. Ane juga udah merencanakan ini jauh-jauh hari sehingga udah bikin visa transit Uni Emirat Arab, dan sengaja memilih penerbangan yang landing Dubai siang dan layover diatas 12 jam.


Turun dari pesawat ane segera mengikuti tanda baggage claim/immigration, tapi disini ane langsung ke imigrasi karena koper-koper yang berat akan langsung dioper oleh maskapai dan diambil di tujuan akhir Kuala Lumpur. Ane tidak menjumpai masalah berarti saat di imigrasi dan E-visa yang telah kami print tidak diminta oleh mereka (mungkin ketika paspor kita discan udah muncul otomatis data Evisa kita di mereka). Dan sebagai welcome gift dari Pemerintah Dubai, kita malah dikasih free simcard dan paket internet 1 gb. Mantaap! Terimakasih Dubai. Tau aja kamu mahal jadi dikasih paket internet gratis buat eksplor sejenak wkwkwk...

Selanjutnya seperti biasa ketika memasuki negara baru, ane harus punya mata uang negara tersebut. Kebetulan sebelum terbang dari Almaty tadi pagi, ane udah nukar sisa uang Tenge Kazakhstan ke Dirham UEA. Kebetulan menurut ane masih cukup jadi ane nggak tarik tunai lagi. Uang lokal dan paket internet sudah beres, target selanjutnya sebelum keluar bandara adalah menitipkan tas ransel ane yang superberat karena ada laptop didalamnya. Ane sama sekali nggak memilih option membawa tas laptop ini ikut jalan, adoohh...bisa bonyok nanti punggung ane dihajar gravitasi wkwkwk... Laptop ane dan chargernya aja beratnya udah 4-5 kg. Masih ditambah barang-barang lainnya di tas.

Browsing sejenak, Emirates Airlines ternyata ada layanan penitipan bagasi /luggage storage di bagian kedatangan/arrival di Terminal 3. Setelah mencarinya sejenak, ane menemukannya dan menitipkan 1 ransel daypack seharga 35 dirham atau setara kira-kira Rp 154.000. Legaaa... Akhirnya ane bisa segera jalan keluar bandara!

Ane udah browsing sebelum berangkat, dan cara paling hemat untuk keliling Kota Dubai adalah menggunakan transport umum yang mencakup metro serta bis. Untuk naik transport umum di Dubai kita membutuhkan kartu namanya Nol Card, dimana Nol Card bisa dibeli yang model day pass, artinya cukup beli satu kali bisa dipakai seharian seharga 20 dirham atau Rp 88.000. Belinya bisa dilakukan di stasiun metro yang berada di dalam bandara.

Ane membelinya dan segera menaiki metro red line untuk menuju ke halte terdekat dengan Burj Khalifa yaitu Halte Dubai Mall. Perjalanan berlangsung singkat selama 20 menit, dan ane bener-bener bisa melihat pemandangan sekilas Kota Dubai. Gedung-gedung modern pencakar langit, jalan-jalan yang lebar, mobil-mobil mahal berseliweran adalah pemandangan yang mendominasi. Suasana di dalam metro cukup padat dan kebanyakan seperti orang India. 



Pada awalnya kita jalan dengan santai melewati bagian dalam Dubai Mall. Beberapa kali ane bertanya kepada satpam arah ke Burj Khalifa dan diarahkan terus luruss aja. Ane terus mengikuti arahan, mengikuti rombongan orang-orang yang 'sepertinya' mau ke Burj Khalifa juga, serta beberapa kali cek goole map,  dan perasaan kok nggak sampe-sampe ya?! Jadilah ane jalannn... Jalan.... Dan jalan... Menyusuri mall selama kurang lebih 2 km sampai akhirnya menemukan jalan keluar mall yang mengarah ke Burj Khalifa.. ya ampunnnn... Semploh kakinya rek!




Matahari masih bersinar terik membuat ane cukup kesulitan untuk berfoto dengan Burj Khalifa. Ane akhirnya muter-muter area di sekitar Burj Khalifa yang dipenuhi dengan mall, restoran, hotel, dan segalanya yang fancy-fancy.


Pukul 4 sore kita sempat melihat pertunjukkan air mancur dengan lagu India yang bersemangat. Dan satu fakta yang ane tau memang, sebagian besar orang yang ane lihat itu di sekitaran Dubai itu memang look-nya seperti orang India. Dan setelah ane baca, memang Dubai itu 80% berisi expat dari India. Orang lokal UEA sendiri malah hanya 10%, sisanya 10% dari negara lain-lain. Pantes aja....


Selesai melihat pertunjukkan air mancur, ane masih sempet jalan-jalan di sisi lain Burj Khalifa. Sore itu suasana begitu ramai, banyak orang yang datang khusus untuk berfoto-foto. Suasana panas membuat ane cepet laper, tapi ga berani jajan karena setangkup es krim aja 25 AED atau setara 100ribuan 😁😁.

Setelah puas berkeliling, ane masih punya tujuan 1 lagi yaitu Burj Al Arab, yaitu gedung pencakar langit di tepi pantai. Jam sebenarnya sudah cukup sore, dan matahari sudah hampir terbenam. Cuma ane merasa nanggung aja kalau nggak kesana sekalian. Akhirnya berbekal google maps, kita berjalan ke arah jalan raya dan menunggu bis di bus stop yang bentuknya sama sekali tidak meyakinkan karena berada di tepi jalan raya yang ramai banget.

Menunggu dan menunggu, selama kurang lebih 10 menit, kok tidak ada tanda-tanda ada bus yang lewat yaa. Matahari juga menunjukkan tanda-tanda udah mau terbenam. Jalan raya didepan ane didominasi oleh mobil-mobil berkecepatan tinggi. Ane nggak melihat satupun bus yang melintas.

Beberapa saat kemudian ane akhirnya menyerah, karena walaupun dapat bus ke arah Burj Al Arab, ane masih harus jalan kaki 1 km lagi. Belum nunggu bus pulangnya yang pasti bakal berasa horror kalau tempatnya sepi dan gelap. Ane akhirnya putuskan jalan pulang saja kembali ke bandara, karena kaki rasanya juga udah semploh banget jalan kaki berkilo-kilometer hari ini. Urat paha sama betis udah sakit semua🥲🥲.

Oh tapi tidak semudah itu ya.. wkwk.. untuk menuju ke stasiun metro terdekat, ane harus jalan kaki +- 2 km kembali. Tapi karena tidak mau lewat bagian dalam Dubai Mall lagi, ane putuskan jalan kaki menyisir jalan raya. Kebetulan keadaan masih ramai dan beberapa orang terlihat berjalan kaki juga jadi ane PD aja. 

Disepanjang jalan ane sempatkan foto-foto juga dengan gedung-gedung modern di Kota Dubai. Memang negara ini sangat fancy sih. Hidup disini bakal enak banget kalau punya banyak duit hehehe...


Ane sempet harus berhenti beberapa kali karena urat kaki rasanya bener-bener kayak mau putus. Berjalan kurang lebih 45 menit, sampailah kita di Stasiun Metro. Akhirnyaaa... Kami mengambil metro red line dan segera kembali ke Bandara.




Perjalanan ke bandara ditempuh selama kurang lebih 20 menit. Malam itu ane sempat mandi dan bersih-bersih untuk persiapan penerbangan Dubai - KL. Dan karena bener-bener kecapekan, ane tidur sangat enak di 6 jam penerbangan Dubai - KL. Hanya bangun pas makan.  Hihi.. thank you Dubai City untuk pengalamannya.


7.25.2024

Abu Dhabi, 26-27 April 2022 : Mengunjungi Yas Bay Waterfront Dini Hari Sewaktu Transit

Trip ke Abu Dhabi ini merupakan rangkaian dari Trip Turkey - UEA - Serbia yang kulakukan dari 23 April 2022 - 13 Mei 2022. Perjalanan ke Abu Dhabi ini ane lakukan saat transit penerbangan Jakarta - Istanbul.

Cerita selanjutnya disini.


Pesawat Etihad yang ane tumpangi sukses mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Zayed, Abu Dhabi. Saat itu jam setempat sudah menunjukkan pukul 23.00, dimana ane mempunyai waktu transit sampai pukul 09.30 esok hari sebelum melanjutkan penerbangan Abu Dhabi - Istanbul, Turkiye. Rencana awal ane adalah ane pengen keluar eksplor Kota Abu Dhabi sejenak. Turun dari pesawat, setelah berjalan masuk ke gedung bandara, kami dihadapkan pada 2 pilihan, belok kiri untuk langsung masuk di zona transit, atau lurus naik tangga untuk menuju baggage claim/imigrasi. Masuk zona transit artinya ane tinggal nunggu aja penerbangan Abu Dhabi - Istabul esok hari jam 9.30 di zona transit. Kegiatan yang dilakukan bisa dengan cari spot tidur dan tidur sepuasnya. Masuk ke arah baggage claim/imigrasi artinya ane bisa masuk negara Uni Emirat Arab sejenak.

Setelah berpikir sejenak, ane ambil pilihan lurus naik tangga. Artinya ane putusin masuk negara Uni Emirat Arab, toh kita sudah punya E-visanya dan memang rencana awalnya begitu. Sebelum berangkat pun ane sudah browsing apakah aman jalan di Abu Dhabi tengah malam, dan hasil pencarianku mengatakan Abu Dhabi dan Dubai adalah termasuk kota teraman di dunia bahkan untuk traveler perempuan jalan sendirian di malam hari.



Setelah memutuskan masuk, ane segera tarik tunai dirham (AED) di ATM dan membeli paket internet 24 jam. Karena hanya beberapa jam aja, ane mengambil sekitar 250 dirham/1 jutaan rupiah dan membeli paket internet roaming 24 jam. Kelar urusan uang dan paket internet, ane segera maju ke imigrasi. Petugasnya seorang pria yang kesan awalnya tidak terlalu ramah. Aku menyodorkan paspor dan print E-visaku, tapi dia hanya mengambil paspornya. Sepertinya memang E-visa ane sudah terdeteksi otomatis ketika si petugas scan paspor ane, jadi nggak wajib membawa print-nya.

"Swab you finger," kata petugas tersebut dengan nada dalam dan tegas.

Saat itu - April 2022 - seperti kita tau bahwa dunia baru saja setengah pulih dari Covid 19. Jadi segala sesuatu yang bersifat sentuhan (yaitu scan sidik jari di alat pendeteksi sidik jari) dibatasi. Disini dilakukan dengan 'menggeser 5 jari secara melayang' diatas alat pendeteksi, jadi tidak menempelkannya seperti biasanya. Ane yang ga terlalu ngerti perintah malah menempelkan jari ane ke alat pendeteksi tersebut.

"SWAB," katanya mulai meninggikan tangan.

"How, like this?" Kataku. Ane mencoba beberapa kali tapi masih salah.

"SWABB!!!" jawabnya setengah membentakku.

Ane akhirnya menggeser 5 jari secara melayang dengan ragu dan akhirnyaaa emang itu yang bener. Ane sempet kesel banget dengan perlakuan imigrasi yang sangat 'ramah' itu, tapi berusaha melupakannya. Benar-benar sambutan yang sangat 'baik'.

Bagaimanapun ane akhirnya lega bisa melewati imigrasi dan melihat pemandangan Kota Abu Dhabi pertama kalinya. Saat itu terlihat banyak orang-orang yang duduk-duduk menunggu jemputan di area kedatangan bandara. Ane segera duduk dan mengutik-utik aplikasi uber. Ane sebenarnya pengen banget mengunjungi salah satu ikon religi di Abu Dhabi yakni Masjid Agung Sheikh Zayed, salah satu masjid paling besar di dunia dengan 82 kubahnya yang kembaran dengan Masjid Agung Sheikh Zayed di Solo. Namun setelah browsing lebih lanjut, ternyata jam 22.00 masjid tersebut sudah tutup. Ane segera mencari tujuan alternatif yang bisa dilihat/dinikmati tengah malam dan lokasinya tidak jauh dari bandara. Ane menemukan Yas Bay Waterfront yang berjarak 7 km dari Bandara Internasional Zayed. Yas Bay Waterfront ini terletak di Pulau Yas, pulau yang awalnya menjadi satu dengan dataran utama kota Abu Dhabi, namun sengaja dipisah dengan membuat kanal yang memanjang di sebelah timurnya. Di Pulau Yas ini juga terdapat sirkuit balap mobil Grand Prix, taman hiburan, pantai dan lapangan golf.


Yas Bay Waterfront, tempat yang ane kunjungi ini terletak di bagian selatan Pulau Yas. Jadi konsepnya di sepanjang pinggir pantai itu terdapat jalur pejalan kaki yang mengelilingi bagian selatan Pulau Yas, dimana di sepanjang tepi pantai juga akan banyak restoran, cafe, bar, dan hotel. 
Bayangan yang muncul di kepala ane pasti mirip Marina Bay Walk di Singapore. Dan ane yakin pastilah area itu masih ada orang-orang lah ya.. masih ramai meskipun tengah malam. Ane segera memesan Uber ke titik tersebut dan langsung mendapatkan mobil Lexus. Buset ojek online aja pakai Lexus ya disini! Wkwkwk


Tidak sulit bagi ane untuk menemukan Lexus tersebut.  

Mutar-mutar di kawasan mall, pedestrian tepi laut. Patung astronot, stadium etihad.

Duduk-duduk sampai sekitar jam 1 pagi, suasana sepi, kembali ke bandara.

Beli kopi, mie sama pisang habis 240ribu.

Boarding to Turkey.

7.22.2024

[1] Sawadee Kamboja : Perjalanan Bangkok - Siem Reap dan Pasar Malam Angkor

Trip ini merupakan rangkaian trip Thailand - Kamboja - Malaysia yang kulakukan dari 23 Januari 2012 - 2 Februari 2012

PART sebelumnya : DISINI

25 Januari 2012

Kelelahan akut karena terlalu semangat seharian menjelajah Kota Bangkok kemarin membuat tidur ane sangat nyenyak. Oiya kemarin sebelum pulang penginapan kita sudah membeli tiket travel dari Bangkok ke Siem Reap (Kamboja) juga. Well, kok secepat itu meninggalkan Kota Bangkok? Karena kita merasa kayaknya udah semua wisata utama di Bangkok dikunjungi seperti Wat Phra Kaeo, Wat Pho, Wat Arun, Wat Indrawihan, Khaosan Road, MBK. Udah ga ada tempat spesifik yang ingin kita kunjungi lagi, jadi kita memutuskan langsung geser ke tujuan selanjutnya untuk menghemat waktu dan uang, Kota Siem Reap, Kamboja. Tujuan utama kesana tak lain tak bukan adalah ke Angkor Wat.

Pagi itu setelah sarapan kami dijemput oleh mobil travel sekitar jam 07.30. Dari tempat penjemputan kita di-drop di kantor utama travel dan digabung dengan beberapa traveler lainnya dari berbagai macam negara. Ada traveler dari Jepang maupun Eropa. Setelah menunggu sejenak, perjalanan akhirnya dimulai. Rutenya adalah Bangkok - Aranyaphratet (kota perbatasan Thailand - Kamboja), disambung imigrasi keluar Thailand, imigrasi masuk Kamboja, kemudian Poipet (kota perbatasan Kamboja - Thailand) ke Siem Reap. Perjalanan yang bakalan cukup panjang dengan total jarak tempuh 400 kilometer dan waktu tempuh 7 jam. Sepertinya hari ini bakalan panjang, apalagi sambil melewati imigrasi kedua negara yang ane gatau bakalan berapa lama.

Perjalanan Bangkok - Aranyaphratet berlangsung selama 3 jam lebih, dan akhirnya tibalah saat kita harus menghadap imigrasi. Ane dan Alfi tidak menjumpai masalah berarti di imigrasi keluar Thailand. Selanjutnya menggunakan mobil van yang sama kita dibawa ke suatu tempat dan diarahkan untuk mengisi kartu kedatangan negara Kamboja. Ane disini sekalian jajan karena udah lumayan laper.
Dari sini, kami dibawa ke imigrasi masuk Kamboja yang berjarak sekitar 500 meter dengan mobil bak terbuka. Saat itu mobil bak benar-benar penuh teman-teman dari berbagai kewarganegaraan (Jerman, Perancis, Jepang, Korea). Sampai imigrasi masuk Kamboja, perjuangan selanjutnya dimulai.



Saat itu kami melihat antrian imigrasi yang sangat panjang, bahkan sampai melebihi lorong antrian ke jalan raya. 

'Wah la ini.. wes... Bakal lama..' keluh ane dalam hati.

Ane mulai berdiri di belakang bule-bule yang berbadan besar. Dari mulai panggul tas backpack, sampai nggak kuat dan ane seret-seret dibawah saking lamanya. Beberapa traveler lain terlihat sangat kelelahan sampai duduk di lantai. Dengan kecepatan siput akhirnya 2 jam kemudian kami mendapatkan stempel masuk negara Kamboja hhh.....kami disambut dengan kota kecil yang berdebu. Meskipun memiliki aksara yang hampir mirip - Thai dan Khmer - ane sadar ane udah memasuki negara lain. Artinya bahasa lain, mata uang lain dan budaya lain. Mata uang resmi di Kamboja sendiri adalah USD dan Riel Kamboja. Jadilah di perbatasan itu ane menukar beberapa USD ke riel karena pengen punya uang pecah juga.

Setelah semua rombongan di mobil travel selesai urusan imigrasi, perjalanan kami berlanjut dengan bus yang lebih besar. Jarak yang masih harus kami tempuh adalah 150 km dengan jarak tempuh 2,5 jam. Saat itulah ane melihat masih banyak kemiskinan di negara ini. Rumah-rumah dari bambu, anak-anak kecil berpakaian lusuh yang berlarian, jalanan yang berdebu. Supir kami bahkan mengatakan negara ini masih sangat miskin, dan banyak fasilitasnya yang masih dibawah standar. Sesuatu yang benar-benar ane saksikan sendiri dari jendela mobil. Titik air mata tanpa sadar menetes dari sudut mata ane. Ane emang nggak kaya, bahkan masih mahasiswa. Tapi paling nggak bisa kalau melihat sesuatu yang seperti ini. Padahal mungkin saja hidup mereka baik-baik aja dan bahagia kan....



2,5 jam kemudian kami telah sampai di pool travel di Kota Siem Reap. Disitu kami langsung dikerubungi oleh orang-orang yang menawarkan jasa taksi maupun tuk-tuk. Karena ane dan Alfi belum booking tempat untuk kita nginap malam itu, kami ditawari oleh supir taksi penginapan yang katanya seharga 1000 baht. Karena merasa tarifnya masih masuk kami OK-kan saja. Bapaknya menyuruh kami menunggu sebentar untuk dicarikan barengan. Dan akhirnya ane dan Alfi bareng sama 2 orang bule yang sepertinya mau ke penginapan yang sama. 

Beberapa saat setelahnya kita berangkat naik mobil dan sampai di penginapan tersebut. Sampai disana kami disuruh menunggu dibawah, sedangkan si bapak sibuk bolak balik nganterin si bule lihat kamar. Kami benar-benar dicuekin sampe akhirnya Alfi angkat bicara,

"And how about us?"

"Oke-oke you two come here."

Hhh.. akhirnya! Setelah daritadi yang diurusin si bule terus!

Kita dibawa ke kamar atas, dan menurut ane udah lumayan bagus lah. Kamarnya lumayan besar dengan twin bed dan TV tabung. Sudah sangat cukup bagi kami berdua. Toh hanya berencana 2 malam saja disini sebelum kembali ke Bangkok lagi. Kami melakukan pembayaran dan setelahnya langsung melemparkan diri ke kasur. Hhhh....benar-benar melelahkan hari ini.


Sesaat kemudian kita berdua menyadari kita laper banget. Setelah diskusi sesaat, akhirnya ane usul ke Alfi, gimana kalau kita coba cari ke bawah. Siapa tau ada warung gitu kan. Ternyata ada warung lokal yang jual, dan kita memesan nasi telur.
Malam itu akhirnya kita putuskan jalan-jalan melihat Pasar Malam Angkor. Di pasar itu dijual pernak-pernik seperti gelang, kalung, selendang. Selain itu ada baju-baju khas Kamboja, topi, massage, dan berbagai macam oleh-oleh lainnya. Sebenarny kaki ane masih berasa banget capeknya habis menjelajah Kota Bangkok kemarin, dan sangat tergiur dengan tawaran massage yang banyak disitu. Namun saat itu kondisi kaki ane adalah baru kurang dari 3 minggu yang lalu operasi mengeluarkan patahan jarum yang terinjak. Jadi ane ngeri-ngeri sedap kalau massage takut itu kaki kepijet. Padahal mah udah linu-linu banget apalagi paha dan betis.
Sekitar jam 10 malam, akhirnya kita pun kembali ke penginapan dan tertidur dengan nyenyak. Besok kita akan ke Angkor Wat, siapkan fisik!

7.21.2024

[Part 1] Journey to BELITUNG : Batu Granit di Pantai Tanjung Kelayang

Setelah sukses pecah telur menggunakan 'Sriwijaya Travel Pass' pertama kali ke Ternate dari 27 April 2018 - 2 Mei 2018 lalu, ane memantapkan hati membeli tiket ke tujuan kedua, Pulau Belitung. Ane resmi membeli tiket dari Surabaya - Jakarta - Tanjung Pandan PP hanya dengan membayar Rp 385.000 pada 11 Mei 2018, dimana biaya yang ane bayar hanya IWJR, admin, dan pajak. Base fare tiket pesawatnya gratis. Karena keterbatasan waktu libur ane, agan bisa liat tanggal keberangkatan dan kepulangan. Hanya selisih sehari! 😁😁. Berasa jadi sultan aja. Beberapa hari sebelum pergi ane juga udah booking Hotel Surya Belitung seharga Rp 120.000/malam dan udah janjian sewa motor juga. Penginapannya ane pilih memang yang di tengah kota supaya gampang kemana-mana dan gampang cari makan.

Pagi itu ane berangkat jam 4.15 dari kosan ane di Surabaya Pusat naik motor. Sampai di Bandara Juanda setengah jam kemudian dan ane merasa lapeerr banget karena belum sempat sarapan. Ane berencana beli sarapan yang murce-murce aja nanti pas transit di Jakarta. Ane tidak menemui kendala berarti sewaktu check in, dan penerbangan Surabaya - Jakarta berlangsung dengan lancar selama 1 jam 10 menit. Ane landing di Jakarta sekitar jam 06.30 dan punya kesempatan transit sampai jam 08.00.

Segera saja ane keliling dan mencari tempat sarapan murah. Kenapa harus cari yang murah? Karena dengan SJ Travel Pass ini kan ane bakalan sering pergi-pergi random gini, jadi ane harus pandai berhemat supaya gak boncos. Pencarian ane akhirnya ketemu dengan Roti'o seharga Rp 12.000/roti dan sebotol air mineral seharga Rp 8.000. Sebenarnya sama sekali tidak mengenyangkan namun yah ini satu-satunya pilihan ane untuk berhemat hehe. 'Udahlah nanti aja makan beratnya pas udah sampai di Belitung,' kata ane dalam hati.

Duduk-duduk sebentar, sekitar jam 08.00 akhirnya sudah ada panggilan untuk penerbangan Jakarta - Tanjungpandann (Belitung). Pesawat yang digunakan ternyata Boeing 737-500, kayak versi mini dari 737-800. Penerbangan berlangsung selama 1 jam 15 menit dan ane mendarat dengan aman di Bandara H.A.S Hanandjoeddin di Pulau Belitung. Salah satu yang membuat ane cukup prihatin sebelum landing adalah, di Pulau Belitung ini terlihat begitu banyak lubang-lubang penambangan berwarna putih (kemungkinan timah). Ane nggak tau itu masih beroperasi produksi atau nggak, tapi terlihat belum direklamasi. Sedih banget lihatnya....

Bandaranya cukup kecil, dan karena belum sempet browsing ane sempet kebingungan harus naik apa ke pusat kota Tanjung Pandan yang jaraknya sekitar 10 km dari bandara. Saat itu kebanyakan penumpang lain sudah dijemput sama keluarganya naik mobil pribadi. Sebenarnya cukup banyak taksi yang menawari, namun karena ane ingin berhemat, ane lebih pengen naik DAMRI yang setelah ane google katanya ada. Ane segera nanya ke petugas keamanan bandara dan diarahkan ke tempat naik bis damri.

Sesaat kemudian ane menemukan bus DAMRI tersebut. Suasananya sepi, dan tidak terlihat adanya penumpang lain yang ikut mengantri. Ane masih mikir, oh mungkin masih nunggu penumpang lain kali ya. Namun beberapa saat kemudian ane melihat supir dan keneknya udah masuk, dan ane pun dipersilahkan masuk dimana itu penumpangnya bener-bener cuma ane sendirian wkwkwk.

Supir dan keneknya lumayan baik, mereka menjelaskan kalau emang biasa ga ada penumpang seperti itu sehingga mereka akan jalan ke kota menyesuaikan dengan ada/tidaknya penumpang. 

"Ohh.. emangnya nggak rugi ya pak DAMRI-nya kalau gitu?"

"Ya sebenarnya rugi mbak. Jaraknya kan lumayan 10 km. Tapi ya kita harus tetap melayani masyarakat," jawab pak supir.

"Hmm betul juga ya pak," Jawabku.

"Trus mbaknya sendirian ke Belitung sini? Dari mana?" 

"Surabaya pak. Iya pak sendiri. Cuma 2 hari aja, besok udah pulang. Ini karena tiket pesawatku kesini gratis pak," jawab ane karena ga mau dikira terlalu sombong kok 2 hari doank disini wkwk.

"Wah keren ya mbak, nanti kunjungin A, B, C aja mbak," katanya sambil menjelaskan spot-spot yang wajib ane kunjungin selama di Pulau Belitung.

"Baik siap pak."

"Mbaknya nginap dimana? Nanti kita akan turunkan didepannya."

"Saya di Hotel Surya pak. Di dekat bundaran. Oya untuk tarifnya ini berapa ya pak?"

"Terserah aja mbak, dari mbaknya?"

'Lo, terserah? Bukannya ada tarif resminya ya?' kata ane dalam hati. 'Oh mungkin karena ane satu-satunya penumpang dan diantarkan langsung ke tujuan kali ya. Kasi berapa ya enaknya?' kata ane dalam hati.

Jalanan Pulau Belitung yang sepi membuat waktu tempuh untuk jarak 10 km itu lumayan cepat. Sebelum turun ane membayar Rp 100.000 dan mengucapkan terimakasih.

Meskipun masih jam 10 si empunya hotel mengizinkan ane check in lebih cepat. Hotel ane berupa hotel sederhana dengan 2 twin bed, sebuah meja kecil, dan kamar mandi luar. Sudah lebih dari cukup buat ane istirahat, karena bagi ane murah gpp asalkan bersih. Toh sesuai dengan visi misi ane setelah membeli Sriwijaya Travel Pass, mau backpackeran keliling nusantara dengan dana seminim mungkin yang penting dapat pengalaman sebanyak mungkin. 

Sesaat kemudian motor sewaan ane diantarkan, sebuah scoopy berwarna biru. Ane sempet istirahat di kamar dan browsing apa saja yang kira-kira harus ane lakukan setelah ini. Karena jujur datang ini ane masih buta banget dengan Pulau Belitung. Setelah browsing singkat akhirnya ane menemukan beberapa spot yaitu Mie Atep (untuk makan mie bangka), Danau Kaolin dan Pantai Tanjung Tinggi/Tanjung Kelayang. Oke, target dikunci.

Tujuan pertama ane adalah Mi Atep Belitung yang cuma berjarak 350 meter dari Hotel Surya. Berdasarkan browsing ane, makanan ini, di lokasi ini yang selalu direkomendasikan blogger-blogger buat nyoba mie khas belitung. Dan rasanya emang enyaaak manis-manis gurih, disempurnakan dengan guyuran es teh di kerongkongan yang kering.
Puas makan mie belitung, ane set google map + headset dan mengarahkan motor ke tujuan selanjutnya, Danau Kaolin. Melewati pusat Kota Tanjung Pandan, keadaan cukup padat sebelum akhirnya jalan menjadi sepi tapi muluss luar biasa. Pemandangan kanan dan kiri didominasi oleh perkebunan sawit. Sekitar 45 menit berkendara, sampailah aku di titik yang dimaksud google maps, eh tapi kok ane sama sekali ga menjumpai tanda-tanda bahwa itu tempat wisata. Gak ada plang tiket masuk, gak ada papan plang penunjuk, bahkan ga terlihat adanya orang sama sekali. Ane hanya melihat beberapa orang penambangan yang lagi duduk-duduk.

Danau itupun hanya terlihat seperti danau bekas penambangan dengan genangan air berwarna biru. Warna biru yang disebabkan oleh reaksi antara kaolin dengan air hujan. Karena ane bingung harus ngapain ditempat itu, ane hanya menfotonya sekilas lalu beranjak ke tujuan selanjutnya, Pantai Tanjung Kelayang.

Pantai Tanjung Kelayang berada di sisi barat laut Pulau Belitung, dan dari Danau Kaolin ane harus kembali lagi ke Kota Tanjung Pandan kemudian ke arah utara, menempuh jarak selama 2 jam. Sampai Pantai Tanjung Kelayang sebenarnya ane pengen langsung foto-foto, namun bingung karena pantainya lumayan sepi dan gak ada yang bisa terlihat dimintain tolong (ane belum kenal teknologi tripod kali ya). Akhirnya ane meluncur dulu ke sebuah warung di tepi pantai dan memesan rajungan saos padang 1/2 kg seharga Rp 75.000 dan sebutir kelapa. Hitung-hitung menyenangkan diri dulu lah ya, melepas dahaga di siang terik ini. Sewaktu makan ini ane kembali berpikir, 'gimana ya caranya ane mendapatkan foto-foto yang bagus kalau jarang ada orang gini. Apa ane bayar 50rb buat orang foto-fotoin ane sebentar gitu ya?' pikiran yang langsung ane tepis karena ane malu hehehe. 

Btw sembari bingung, ane benar-benar menikmati sajian rajungan saos padang ini. Daging rajungannya masih fresh jadinya benar-benar berasa gurih dan manis. Beberapa saat makan, ane tersadar sesuatu,

'eh ladelah ini kan bulan puasa ya. Kok bisa ane sesantai ini makan rajungan sama minum es kelapa didepan warung. Harusnya ane makan didalam warung aja yah.'

Pemikiran itu membuat ane mempercepat makan karena nggak enak. Untungnya kondisi pantai lagi agak sepi juga.

Selesai makan, ane bergeser ke spot batu granit didepan sana. Karena apalah artinya mengunjungi Pulau Belitung tanpa berfoto-foto di batu granitnya yang terkenal itu. Ane jalan kaki kesana dan lagi-lagi menjumpai tempat itu sepi banget. Ane sempet duduk sebentar, memainkan kaki di air laut yang berwarna hijau muda. Sesaat kemudian ada sekelompok pemuda (sepertinya traveler juga) yang datang dan ane langsung gercep minta mereka menfotonan ane. Jadilah foto-foto dibawah ini, terimakasih gan. Ane bersyukur setidaknya udah ada foto-foto kenangan dengan batu ini.

Selanjutnya ane jalan keatas, melalui celah-celah diantara bebatuan tersebut. Ane terus mengingatkan diri untuk super hati-hati, jangan sampai terpeleset karena ane gak mau cidera karena kekonyolan ane sendiri. Sampai di puncak batu ane banyak menfoto pemandangan sebelum akhirnya turun ke bawah.

Selanjutnya ane masih menghabiskan waktu beberapa saat di Pantai Tanjung Kelayang ini sebelum memutuskan buat pulang kembali ke kota Tanjung Pandan karena hari sudah mulai sore. Ane sempet berhenti bungkus makan malam sebelum sampai hotel. 

Thank you myself for be brave to solo explore today. Besok targetku adalah menjelajah Belitung Timur, ke sekolah Laskar Pelangi