Life Only Once. Stop Thinking and Just Make It Work

7.14.2016

Surabaya, 13 Juli 2016 : Backpacking Mengajarkanku.......


Backpacking.....Menggendong ransel dan kamera dari satu tempat ke tempat lain...Berjalan kaki berkilo-kilometer dengan peluh meleleh....Bertanya arah dari satu orang ke orang lain...Menggunakan transportasi termurah...Menginap di hostel/homestay apa adanya....Adalah bagian dari kehidupanku sekarang.

Aku masih ingat, betapa lebarnya senyumku mengembang sewaktu merasakan angin laut berhembus membelai rambutku, betapa bahagianya diriku sewaktu merasakan angin dari jendela bus membelai wajahku. Petualangan, sesuatu yang kuidam-idamkan, terlaksana.

Backpacking telah mengajarkanku banyak hal, kebanyakan hal positif. Hal positif yang membantuku menjalani hidup yang keras. Apa saja hal-hal positif tersebut? Ane tuliskan di bawah:

a. Menjadi manusia yang berani
Menjadi seorang backpacker yang harus menyusun semuanya secara mandiri mengajarkanku untuk menjadi lebih berani. Berani bukan hanya pas backpacking saja tentunya, tapi juga berani dalam aspek kehidupan yang lain juga. Karena dengan sifat bernailah kita bisa menggapai mimpi kita, kita bisa menjalani hidup yang keras. Be brave!!

b. Mampu membuat keputusan
Saat di jalan, terkadang kita harus membuat keputusan penting dalam waktu yang cepat. Dalam hal yang paling simpel misalkan, 
"Apakah kami akan menginap disini atau mencoba tanya yang lain dulu?", 
" Apakah kami harus menyewa motor atau pakai transportasi umum saja?"
Tanpa dugaan, kereta datang terlambat sehingga kota A yang sudah dalam rencana tidak bisa dikunjungi, apa yang harus kami lakukan?
Tanpa sadar, menjadi seorang backpacker memaksa kita menjadi decision maker dalam waktu yang cepat. Dengan penuh pertimbangan tentunya, pengalaman terdahulu juga memungkinkan dijadikan bahan pertimbangan.

c. Berani keluar dari zona introvert
Di kehidupan sehari-hari, aku cenderung 70 % introvert, 30 % ekstrovert. Tetapi ketika sedang backpaking, seakan-akan terbalik yakni aku menjadi 70 % ekstrovert, 30 % introvert. Karena menjadi seorang backpacker mandiri memaksaku untuk aktif menanyakan segala sesuatu dengan backpacker lain/masyarakat lokal. Terkadang pertanyaan-pertanyaan singkat tersebut berbuah menjadi obrolan yang lebih akrab.

d. Menahan emosi dan lebih bersabar
Ketika harus menghadapi situasi keberangkatan pesawat yang delay, kedatangan kereta api yang terlambat sampai 8 jam, paksaan para penjaja souvenir, guide, pemilik penginapan untuk mampir di lapak mereka, membuatku menjadi lebih bisa menahan emosi dan bersabar. Karena aku yakin, di balik itu pasti ada hikmah yang bisa didapatkan seperti ketika pesawat delay kita bisa mendapatkan teman baru untuk mengobrol, ketika kereta api terlambat datang 8 jam kita merasakan bagaimana tidur di peron Stasiun di India, dan lain-lain.

e. Tidak mudah ngeluh
Ketika backpackeran, fisik maupun mental kita akan diuji. Namanya juga backpackeran, berusaha mengunjungi sebanyak mungkin tempat dengan dana seminim mungkin, pasti lebih banyak kurang nyamannya daripada nyamannya. Tetapi itu semua kembali ke diri kita sendiri, apakah kita mampu mensyukuri semua itu. Menjadi backpacker mengajarkanku untuk bisa menerima keadaan apa adanya dan tidak mudah mengeluh. Itulah yang aku punya, itu juga yang mengantarkanku ke sebuah perjalanan eksotis, apa lagi yang harus dikeluhkan?

f. Makan seadanya
Menjadi seorang backpacker dengan uang seadanya, memaksaku untuk pintar-pintar berhemat di pos pengeluaran. Salah satu pos pengeluaran yang biasanya memakan uang paling banyak selain transportasi dan penginapan adalah uang makan. Menjadi seorang backpacker, kita harus siap makan seadanya seperti energen untuk sarapan, mie rebus untuk makan siang, nasi dan abon untuk makan malam. Tujuannya utamanya tentu saja untuk menghemat, tetapi terkadang memang keadaan tidak memungkinkan kita untuk membeli makanan seperti perjalanan lebih dari 12 jam, tidak ada warung yang buka, dan lain-lain.

g. Memahami karakter orang
Memahami karakter travelmate/traveler lain/masyarakat lokal merupakan salah satu tugas backpacker jika sedang di jalan. Kita tidak bisa memaksakan kehendak, bahwa karakter mereka haruslah semuanya karakter positif yang bisa kita terima. Manusia diciptakan dengan pemikiran dan sifat yang berbeda-beda. Berusaha memahami sifat, kebiasaan mereka, berani menegur jika mereka berbuat salah. Banyak kan, pelajaran yang bisa didapatkan dari backpackeran?

h. Memahami budaya asing
Ketika aku berada di tempat asing yang jauh dari kampung halamanku, terkadang aku melihat budaya mereka yang sama sekali berbeda dengan tempat tinggalku sekarang. Budaya yang bisa dikatakan unik, aneh, spesial. Menjadi seorang backpacker, haram hukumnya jika kita melontarkan ejekan atau cibiran menghadapi perbedaan tersebut. Justru hal-hal seperti itulah yang membuka pikiran dan wawasan kita. Ternyata ada sesuatu seperti itu di tempat lain, begitu kaya budaya di dunia ini. Bayangkan jika di satu bumi yang bulat ini, hanya ada satu/beberapa budaya yang serupa. Apa uniknya? Apa eksotisnya?

i. Lebih rajin
Menjadi backpacker mengajarkanku untuk menjadi lebih rajin. Rajin bangun pagi, rajin membaca, rajin berdoa dan menyerahkan diri kepada Tuhan, karena hanya Tuhan dan diri kita sendirilah kita bersandar.

j. Lebih bertanggung jawab
Tanggung jawab kepada diri sendiri, tanggung jawab atas rencana perjalanan yang telah kita buat, tanggung jawab atas pilihan kita selama di jalan, tanggung jawab atas barang-barang kita, tanggung jawab terhadap waktu. Masih banyak jika ingin dijabarkan.

k. Lebih percaya diri
Sama seperti berani keluar dari zona introvert, menjadi seorang backpacker mengajarkanku menjadi seseorang yang penuh percaya diri. Aku percaya bisa menempuh semua rute yang sudah kurencanakan, aku percaya bisa bertahan di negara manapun, aku percaya alam semesta dan Tuhan akan terus melindungiku.

Jadi tunggu apa lagi, ayo backpackeran!!

"Bukalah pikiranmu, backpackeran bukan hanya tentang bersenang-senang dan membuang uang. Lebih dari itu, backpacking akan mengajarkanmu banyak hal, membentuk kepribadian dirimu, membuka matamu, menetaskan belenggu ketakutanmu."

7.13.2016

Diary Menggapai Himalaya 19 : Hindi and Friend on the Road

Surabaya
13 Juli 2016
09.00

[19] hindi & friend on the road
"Apka nam kya hai? Mujhe kuch Hindi ati hai... Kyaa tum angrezee boul sakte ho? " Tanyaku kepada beberapa orang India dengan sok tau.
(Siapa namamu? Aku bisa berbicara Hindi sedikit. Kamu bisa berbahasa Inggris?)
Terkadang sebaliknya, mereka bertanya.
"Hi, are you from china? Japan? Korea? Taiwan?"
 of course Indonesia 
Terkadang hanya dengan beberapa sapaan singkat dengan pronouncation Hindi yang kacau, bisa membuka percakapan dengan mereka. Aku memang orang sok tau, ketika mereka mulai menjawab sapaanku dengan bahasa hindi, aku kewalahan dan ketawa-tawa, sama sekali nggak paham apa maksud mereka. Kelihatan hanya sekedar menghafalkan sedikit frase hehehe. Selanjutnya tentu saja kita bercakap Bahsa Inggris ala patah2. Wkwkwk.
Menurutku roh dari sebuah perjalanan bukan terletak hanya pada tujuan-tujuan eksotis yang hendak/sudah kita capai. Tapi apakah kita puas dan bahagia dengan perjalanan itu. Salah satu yang membuat batinku lebih puas, saat aku bisa berinteraksi dengan sesama traveler lain/orang lokal. Karena sebenarnya dalam diriku, ada pribadi introvert sekaligus ekstrovert. Ketika aku mencoba diriku keluar dari zona introvert dan membuka diri, aku menyadari bahwa kita bisa menikmati dunia ini bagaimanapun caranya, salah satunya dengan berinteraksi dengan manusia yang lain.
Orang manapun di dunia, aku rasa kebanyakan adalah orang baik. Jika terus berpikir positif dan mampu mawas diri, aku yakin kita akan terus bertemu orang baik di sepanjang jalan. Aku bersyukur bertemu mereka. Mereka yang menambah cerita indah tentang India.
Seperti kutipan lagu Justin Bieber, " All around the world....people want to be loved...."









Diary Menggapai Himalaya 18 : Pulang

Kuala Lumpur International Airport 2
11 Juli 2014
07.14

[18] pulang
Setelah 14 hari 13 malam berpetualang, akhirnya hari ini adalah hari kepulanganku ke Surabaya. Harus kembali ke kehidupan normal yaitu bekerja. Sedih? Ada. Senang? Ada. Perasaanku rasanya sekarang bercampur aduk, sering kusebut jet lag pasca liburan. Otak seakan-akan belum singkron dengan apa yang harus kuhadapi di depan. Tapi itulah hidup kan? Harus tetap semangat dan optimis.
Terimakasih kepada Tuhan dan atas dukungan teman2 semua berupa semangat selama perjalanan kemarin. Terimakasih juga travelmate, terimakasih India, Terimakasih Nepal. Sampai jumpa di perjalanan berikutnya, semoga bisa terus sharing pengalaman dan mari hidup berbahagia.


 

Diary Menggapai Himalaya 17 : Gunung Es Himalaya

Nagarkot
10 Juli 2016
07.56

[17] bukan pungguk yang merindukan bulan
Aku terbangun dengan jantung berdebar. Kulihat arlojiku, masih jam 00.28 waktu Nepal. Ahh, bisanya aku mimpi hantu di tempat indah semacam ini. Aku menenangkan diri dan melanjutkan tidur. HP sudah kualarm pukul 04.30 dan 04.45. Mau lihat sunrise yang katanya jam 05.15.
Alarmku berbunyi, aku masih malas dan segera membuka gorden kamar. Kabut masih tebal. Gunung-gunung masih bersembunyi, seakan tidak mau menampakkan kemegahannya. Aku menunggu sembari menyeduh kopi panas.
Aku adalah seorang pemimpi. Meski fisikku lemah (mendaki Kawah Ijen aja ngos-ngosan dan berhenti setiap 10 langkah), aku bermimpi bisa menginjakkan kaki sedekat mungkin dengan Pegunungan Himalaya. Jika mendaki Everest atau Annapurna bukan menjadi pilihanku (well, sangat mahal biaya treking setengah milyar dan taruhan nyawa), aku mempunyai mimpi untuk menginjakkan kaki di Everest Base Camp (EBC) atau Annapurna Circuit Treck (mengelilingi lintasan Annapurna). Beberapa orang yang kutahu sudah berhasil menaklukkan rute ini, bukan pendaki expert. Aku yakin aku bisa melalukannya jika fisikku kulatih.
Perlahan-lahan, kabut dan awan tebal mulai meninggalkan peraduannya. Sedikit demi sedikit pegunungan es Himalaya mulai tersingkap. Menakjubkan. Satu kata itu yang ada di hatiku. Melihat ciptaan Tuhan yang begitu indah, tinggi, nun jauh disana membuatku semakin bersyukur. Terimakasih Tuhan, telah membantu anak desa ini, yang semasa kecilnya hanya bisa lihat atlas dunia dan mencatat paket tour dari koran-koran, sekarang aku benar-benar berdiri disini. Mimpilah yang membawaku kesini.







Diary Menggapai Himalaya 16 : Hotel Country Villa

Nagarkot
9 Juli 2011
20.11

[16] istirahat
Traveling itu menyenangkan, tapi percayalah, capek sekali. Bayangkan, kita harus bangun jam 7-8 pagi, setelahnya mandi, menanak nasi pake mini rescucer n beli lauk, packing barang, jalan berkilo-kilometer dari pagi sampai sore (kadang sampai malam). Terkadang tidur hanya beberapa jam, besoknya harus mengulang kegiatan serupa. Menyenangkan? Iya.
Sekarang kami berada di Nagarkot, sebuah kota kecil berjarak 32 km sebelah timur laut Kathmandu. Kota di kaki gunung ini sengaja aku pilih untuk istirahat malam terakhir di Nepal, besok malam adalah penerbanganku ke Malaysia, dilanjut penerbangan ke Surabaya seninnya. Selain mengunjungi Bhaktapur Durbar Square, hari ini aku benar-benar doing nothing. Cuma tidur dan lihat pemandangan dari balkon hotel. Hari ini adalah hari istirahat setelah selama 2 minggu berjalan berkilo2 meter, bekerja keras, menimba pengalaman.

Secara umum, aku bahagia dengan trip ini. Semua pengalaman positif maupun negatif akan terus terpatri di hatiku, di pikiranku, baik sekarang sampai nanti aku tua renta. Aku berencana membuat sebuah buku dari petualangan ini. Buku sederhana, yg bisa dinikmati semua yang mau membaca. Sebuah buku untuk mengenang, bahwa aku pernah melakukan perjalanan ini. Sebuah buku untuk membuka mata, bahwa dunia ini dipenuhi hal-hal indah dan manusia yang baik.
Seharusnya dari balkon, bisa melihat barisan gunung es di pegunungan Himalaya. Tapi lihatlah, hanya kabut dan awan tebal. Udara lumayan dingin, kulawan dengan sepiring bihun goreng dan teh manis panas yg masak sendiri dari rescucer. Sesekali elang beterbangan rendah, seperti mencari mangsa.
Aku bahagia, batinku puas, harus bekerja lebih giat lagi, membantu negaraku, menabung, untuk merencanakan perjalanan berikutnya. Entah kemana kaki ini akan membawaku.









Diary Menggapai Himalaya 15 : Bahagia bersama Burung Dara

Kathmandu
8 Juli 2016
21.11


[15] Burung dara manis Dan persiapan sepeda motoran Di Himalaya
Hewan-hewan disini sama sekali tidak takut dengan manusia, alasan simpel, karena tidak ada yang menyakiti ataupun menangkap mereka. Jumlahnya banyak sekali, mencapai ribuan mungkin. Bagi orang sana,, hewan mempunyai hak yang sama untuk hidup bebas Dan berbahagia sebagaimana halnya manusia. Aku membeli jagung2 Dan biji2an seharga 3000an rupiah supaya mereka mau lebih mendekat padaku hehehe. Tapi sama saja, pas diajak foto semuanya kabur.
Setelah melalui perjalanan selama 12 jam naik bus lokal Dari Lumbini ke Kathmandu, seharian INI kami menghabiskan waktu mengelilingi Lembah Kathmandu. Sewa motor senilai Rp 60.000 / hari menjadi pilihan saya dan travelmate. Setelahnya menyadari bahwa kami sama sekali ga tau Arah, keliling kesana kemari dengan debu kota yang menggumpal. Akhirnya harus beli kartu perdana Nepal untuk bisa google map hehehe. Ribet sekali beli kartu internet Di Nepal harus ngasi fotocopy paspor, fotocopy visa, ngisi data diri sampai alamat rumah. Lama sekali sukses bikin aku bete. Akhirnya aktif juga n bisa kllg Kathmandu dengan lancar. Mengunjungi beberapa Situs Buddha seperti Boudanath Stupa dan Swambunayath Buddha. Suka sekali aku dengan kunjungan2 INI karena aku sangat menyukai ajaran Buddha. Lantunan mantra avalukiteswara Dan mantra suci Om Mani Padme Hum mengalun merdu memanjakan kedamaian batin Dan telinga.
Menyiapkan fisik karena besok akan motoran lagi ke nagarkot, sebuah kota kecil Di kaki gunung Himalaya. Berharap sekali bs lihat Gunung Everest walau hanya ujungnya aja. Setelah check in Di hotel Nagarkot rencana lanjut motoran ke Kodari, 110 km sebelah utara Nagarkot, kota perbatasan Nepal Dan Tibet (China). Doakan lancar teman2.

Diary Menggapai Himalaya 14 : Sisi Perbatasan India-Nepal

Kathmandu
8 Juli 2016
09.09

[14] India in real, menembus debu perbatasan India-Nepal.

Hidup di India tidak selalu mudah. Dengan jumlah manusia mencapai >1 milyar, mendapatkan pekerjaan yang layak tentulah menjadi tantangan. Semuanya harus bekerja keras, bersaing, berkompetisi untuk bisa hidup layak. Kehidupan masyarakat pinggiran telah berhasil aku rekam di perjalanan menuju perbatasan India-Nepal. Berada disini seperti ditarik ke zaman puluhan tahun silam, seakan-akan tak tersentuh modernitas. Dengan segala hal positif dan negatifnya, klaksonnya yang memekakkan telinga, orang-orang lokal yang selalu antusias setiap melihat orang asing, tertawa mereka saat mengerti bahwa uang Rp 2000 hanya bisa dipakai untuk beli segelas teh susu (sementara mereka hanya butuh 10 Rs untuk beli teh susu), berbagai macam hewan dari sapi sampai ular kobra di tengah maupun pinggir jalan raya, telah meninggalkan bekas yang mendalam di hatiku. Sejak aku mulai backpacking pada 2011, memang India yang selalu aku ingat. Karena negara ini unik, sungguh terlalu unik.












Diary Menggapai Himalaya 13 : Welcome Nepal

Kathmandu
8 Juli 2016
07.53


[13]
‪#‎masuk‬ Nepal sangat mudah
Bagi para treker-treker yang ingin menjajal kedahsyatan Pegunungan Himalaya, masuk Nepal sangat mudah. Nepal adalah salah satu negara yang memberikan kebebasan visa on arrival bagi sebagian besar warga dunia. Sewaktu aku datang di imigrasi Belahiya (perbatasan India-Nepal), aku hanya perlu mengisi beberapa formulir, memberikan 1 lembar foto, dan membayar 25 usd untuk visa dgn jangka waktu 15 hari.
Sejauh ini aku merasa nyaman di Nepal, skrg aku di Kathmandu. Setelah hatiku sangat berdesir dan tergerak melihat tempat lahir Sang Buddha di Lumbini (rasanya benar-benar memandang sesuatu yang tidak biasa), kini aku di kawasan backpacker bernama Thamel di Kathmandu. Di Nepal apa2 murah. Naik bus kota short distance bayar Rp 2000/orang. Beli minuman soda n air mineral 1 liter total Rp 10.000 saja. Naik bus 26 km cuma bayar Rp 7500/orang. Beli makan mie vegetarian n air mineral 1 liter cuma Rp 20.000 saja. Tiket bus Lumbini-Kathmandu 300 kiloan cuma Rp 65.000 saja (bus lokal). Makan minum juga murah. Tempatnya segar n dingin, jadi malas mandi n bergerak. Sejak pagi ada suara lonceng2 entah umat Hindu atau Buddha yang melaksanakan ibadah pagi.
Aman untuk solo traveler, female solo traveler pun aman. Kemarin sempat ketemu n ngobrol sama solo backpacker asal Korea yang menjelaskan bahwa dia habis naik gunung sampai EBC (everest basecamp). Dia berkata keseluruhan waktu dari naik sampai turun kembali ke EBC membutuhkan 8 hari, dan petunjuk sangat jelas jadi tidak perlu takut tersesat walau jalan tanpa pemandu. Aku jadi kepingin. Ah, EBC suatu saat aku akan menggapaimu.

Diary Menggapai Himalaya 12 : Terjebak di Gorakhpur

Gorakhpur
7 Juli 2016
08.49

[12] July 7, 2016
Perjalanan ke kota kecil bernama Gorakhpur benar-benar sebuah penguji kesabaran. Bagaimana tidak? Kereta kami dari Agra ke Gorakhpur yang sejatinya berangkat kmrn malam jam 21.23 telat 8 jam, shg keretanya baru dtg keesokan harinya jam 06.00 pagi. Bisa ditebak, kami tidur di peron kecil dan berdebu. Beberapa gelandangan terlihat tertidur nyenyak. Sesekali polisi stasiun menanyakan kabar kami dn menyuruh kami tidur bergantian utk menjaga barang. Penantian yang benar2 menyiksa dan lama,, aku sering sekali terbangun karena suara kereta barang yang kerasnya bukan main2. Toilet? Jangan ditanya. Untuk pipis aku harus menahan nafas sesaat, melihat tumpukan kotoran manusia dimana2, membuatku cukup bergidik ngeri dn cept2 menyelesaikan urusan.

Pukul 6 pagi, raungan kereta Avadh Express, kereta kami, sukses membangunkan tidurku yg tidak yang tidak benar2 nyenyak dn badan gatal2. Aku segera mencuci muka dn mengejar gerbongku, sebelum kaget bukan main melihat ledakan manusia di gerbongku. Utk masuk aja susahnya bukan main, berpuluh2 orang berdiri di gerbong. Tempat duduk kami? Tidak usah ditanya, pasti sudah ditempati. Dengan bantuan pemuda lokal, kami mendapatkan tmpt duduk kami. Itupun masih berbagi tempat duduk dengan penumpang yang lain dn brg2 mereka yang seabrek. Mereka adalah penumpang gelap yg tidak punya tiket.
14 jm perjalanan, dengan desingan bau pesing dari toilet kereta, sampailah kmi di Gorakhpur. Badan benar2 lelah, tumpukan manusia msih bertebaran. Seharusnya kami langsung ke Nepal, tapi krn penduduk lokal mengatakan berbahaya malam2 ke perbatasan, kami menunda esok dan tidur di hotel. Sebelumnya mkn kari ayam di warung gak tau apa namanya tulisan huruf devanagari kluweng2, enak banget rasanya meski tanpa MSG. Rencana harus diubah total, satu kota harus dikoreksi dan diganti dengan kota lain yg lebih dekat karena faktor kereta. Rencana hari ini akan masuk ke perbatasan, menuju Lumbini (tempat kelahiran Sang Buddha Siddhartha Gautama) dan langsung bus malam ke Kathmandu. Doakan lancar fellas.







Diary Menggapai Himalaya 11 : Taj Mahal

Agra
5 Juli 2016
21.02


[11] Pertama-tama, izinkan aku mengucapkan Selamat Idul Fitri 1437 H untuk teman2 semua. Terimakasih juga untuk travelmate yang rela meluangkan waktunya menjelajah bersama, padahal seharusnya mudik di kampung halaman untuk merayakan lebaran.
Let me fly and feel nothing..........
Hari ini benar-benar panas dan melelahkan. Seakan-akan semangat sudah mulai remuk, ditambah aku orang ceroboh. Setelah sebelum berangkat kehilangan paspor dan stnk motor, tetiba aku meninggalkan tiket Taj Mahal yang harganya lumayan mahal (Rp 235.000) begitu saja di kursi tempat duduk. Padahal tiketnya belum diperiksa. Aku panik dan lari-lari, untung tiketnya masih ada, diamankan bapak2 penjaga.
Hari ini adalah hari terakhir menjelajah India. Malam ini sampai bsok siang, akan menjadi perjalanan panjang 606 kilometer naik kereta ke Gorakhpur, sebuah kota kecil perbatasan India dan Nepal. Lewat Gorakhpur aku akan meninggalkan India menuju Nepal. Negara yang aku selalu aku ingat, aku kenang dengan segala positif negatifnya.
Jika perhitungan tepat, aku akan sampai di Nepal tanggal 7 pagi. Perjalanan yang benar2 jauh sampai 2 hari ke depan. Mungkin nggak mandi, makan pasrah aja mungkin kari lagi, uang juga pasrah lagi belum punya rupee nepal baru usd. Semuanya pasrah, Tuhan akan membantu. Jarang ganti baju juga cuma itu2 aja bajunya tapi selalu dicuci hehehe.

Diary Menggapai Himalaya 10 : Turis yang tidak jujur

Agra
5 Juli 2016
09.01

[10] Aku bukanlah turis yang terlalu jujur. Karena selisih harga tiket masuk objek wisata yang lumayan besar untuk 'foreign tourist' (Rp 235.000) dan 'student foreign tourist' (Rp 50.000), well katakan saja, aku menyamar sebagai student. Padahal aku bukan student. Ketika penjaga tiket menanyakan student ID Card, aku memberikan KTP. Identitas berbahasa Indonesia, dia cukup lama memelototi KTPku. Dia percaya dan memberiku harga mahasiswa. Benar2 tindakan tidak terpuji yang tidak patut ditiru. Entah kenapa aku menulisnya.
Terkadang aku ingin hidup begini selamanya, berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, bertemu orang baru setiap hari, tidak peduli masalah harian dan rutinitas. Hidup yang benar-benar bebas, memuaskan batin. Apakah aku bisa? Apakah itu tidak akan membosankan?
Foto di bawah ini Jaipur, di satu sisi memang benar-benar chaotic dan lalu lintas kacau, tapi di sisi lainnya begitu indah. Berjalan di jalanan India harus mengebalkan telinga karena mereka sangat hobby mengklakson (jalan sepi pun di klakson). Klaksonnya bisa lebih dari 10 detik, mengesalkan dan memekakkan telinga. Ingin rasanya memaki saat mereka mengklakson tepat di belakangku saat aku sedang berjalan kaki, padahal aku sudah berjalan di pinggir. Selain itu masih harus menghindari beberapa macam binatang yang berseliweran di tengah jalan seperti sapi, kambing, keledai, babi, unta. Setiap berjalan harus sigap menghindari 'jackpot hot cocholate' di tanah dan ludahan manusia. Stress? Tidak. Aku sudah terbiasa. Travelmate selalu mengingatkan, saat traveling harus bahagia bagaimanapun keadaannya. Aku rasa dia benar hehehe.
Hari ini menjelajah Agra...seharusnya lihat sunrise di Taj Mahal tapi aku dan travelmate sama-sama kebo pemalas yang nggak mau bangun pagi. Alarm bunyi langsung dimatikan lagi, akhirnya baru bangun. Memang pemalas.





Diary Menggapai Himalaya 9 : Another side of Amber Fort

Amber Fort, Jaipur
3 Juli 2016
21.53

[9] Dont be afraid. God created this world with it's unique characteristic and beauty. Travelling make you realize, that this world is full of people who will always smile and help you even when you're strangers. Don't always looks and hear for negative things about a place, but instead, save money, make itineraries and visit those place. You will realize that is not that bad, instead very beautiful.
Amber Fort, Jaipur, Rajasthan, West India......