Life Only Once. Stop Thinking and Just Make It Work

5.30.2020

Surabaya, 7 Mei 2020: Mancing di Selat Madura!

Setelah kemarin malam ditegur satpam kawasan Pakuwon karena mancing di Danau Angsa, pagi ini kita memutuskan untuk melanjutkan kegiatan mancing tapi di Laut. Target awal kita adalah mancing di bawah Jembatan Suramadu sisi Surabaya. Pagi ini, setelah lagi-lagi nggak tidur, kemudian sarapan selera pedas dan aqua dingin, kami meluncur ditemani sengatan matahari pagi Surabaya dan ancaman Covid 19 yang masih merajalela.  

Sewaktu di jalan, ane mengusulkan ke temen untuk melihat area di dalam Pantai Kenjeran Baru dulu, siapa tau bisa masuk gratis dan mancing tenang disana. Eh ternyata pas sampai tempatnya, untuk masuk area Pantai Kenjeran Baru, tetap bayar htm Rp 25.000 seperti biasanya. Males juga ya belum apa-apa dah keluar duit. Akhirnya kami memutuskan terus ke utara, mencari spot mancing di Pantai Kenjeran Lama. Rencana pertama yang mancing di bawah Jembatan Suramadu sisi Surabaya malah jadi option terakhir kami. Karena yah jujur ane masih belum PD aja disana, takutnya isinya bapak-bapak doank haha.

Menyusuri tepi Pantai Kenjeran Lama, akhirnya kami berhenti di Taman Suroboyo. Setelah memastikan ke penduduk setempat, kami mendapatkan kepastian bisa mancing di pinggir situ tapi tunggu airnya pasang dulu sejaman lagi. Yah.. padahal semangat udah membara banget. Dan sebenarnya di jalan menuju sini tadi kami udah sempat melihat beberapa pemuda yang sudah mulai mancing di pinggir pantai. Tapi kita ikutin aja nasehat penduduk setempat yang kebanyakan berprofesi nelayan itu. Tentunya mereka lebih paham kan. Gak enak juga kan, udah beberapa bapak-bapak kasi tahu tapi kita tetep ngeyel.

Waktu 1 jam itu kami manfaatkan untuk memotong-motong umpan (udang mati) di dalam Taman Suroboyo. Setelahnya bermain sama kucing-kucing liar disitu. Selama menunggu itu penduduk setempat terus mempengaruhi ane untuk sewa kapal aja supaya bisa mancing di tengah laut dengan harga sewa Rp 200.000 sampai sore. Katanya bakalan susah mancing di pinggir laut, apalagi aku gak pakai joran pancing jadi gak bisa lempar kail jauh. Tapi karena niatku mancing hari ini hanya iseng (males di awal udah keluar duit banyak aja), akhirnya ane tolak terus tawaran mereka.

"Gak usah pak gpp. Kita main-main aja kok pak. Cuma mau nyoba aja mancing di pinggir laut." Jawab ane dengan sopan sambil menolak tawaran mereka.

Disitu sembari menunggu ane juga sempat membeli kerang darah hasil nelayan setempat. Awalnya kami tidak tertarik karena lagi nggak pengen kerang. Tapi setelah tau harganya murah banget, 1 tangkup mangkok (tinggi sekitar 10 sd 15 cm, diameter 20-25 cm) cuman Rp 10.000, akhirnya kami memutuskan beli 1 tangkup mangkok. Lumayan lah nanti bisa masak kerang rebus, salah satu makanan favoritku ketika dimakan dicocol dengan saos jawara.

Air laut pun mulai pasang dan kami memutuskan segera mulai mancing. Bapak-bapak nelayan setempat masih keuhkeuh menawari kami 'naik kapal aja', tapi kamu tetap bersikeras untuk mencoba mancing di pinggiran dulu.

Baru sedikit berjalan ke titik mancing, kami sudah diteriaki,

"Mbak.. jangan lewat situ. Banyak ular!" Kata bapak-bapak dari kejauhan

"Lah tadi katanya suruh lewat sini. Kenapa gak bilang daritadi pas kita jalan kesini ya?" Kataku ke temanku. Haha. Malu aja belum apa-apa jalan ke titik mancing aja udah salah. Kok kelihatan kayak anak kota yang gak bisa apa-apa. 

Kami mencari jalan lain yang lebih aman untuk ke titik mancing incaran kami dan mulai melempar kail (2 kail) Well, karena kami nggak pakai joran, otomatis lemparan kail gak bisa terlalu jauh. Hanya maksimal 1.5 meter aja dari batu-batu pinggir pantai. Sepertinya bakal jadi misi yang susah nih. Mana kailnya nyangkut-nyangkut terus ke batu-batu di pinggir pantai.

"Eh ada yang nyentuh-nyentuh ni kailnya," kataku bersemangat ke temanku.

"Mana-mana, tarik!" Kata temanku.

Kejadian kailku disentuh-sentuh itu terjadi berulang-ulang kali namun gak sekalipun kami dapat ikan. Sementara sengatan matahari semakin panas. Kami tidak bisa mancing dengan posisi duduk karena itu benar-benar di pinggir pantai yang berbatu. Mana batunya licin.

"Eh ada ular laut.. ular laut. Asem aku takut!" Kata temenku sembari menjauh dari posisi dia berdiri.

Kami masih bertahan sekitar setengah jam di "titik mancing sambil berdiri" itu sampai akhirnya kami menyerah saat kailku lagi-lagi nyangkut ke batu. 

"Ahhhh sudahlah.. ayo kita naik kapal aja." Kataku dengan agak emosi karena mata kailku benar-benar nyangkut dengan suksesnya di bebatuan bawah air.

"Gak usah sudah.. sayang duitnya." Kata temen ane.

"Udahlah gpp.. buat pengalaman.. lagian Alhamdulillah hari ini ada tambahan transferan dari klien Ngawi. Hitung-hitung bagi rejeki ke orang di masa pandemi." Kata ane sok bijak.

" Ya udahlah ayo."

Akhirnya dengan menahan malu karena kekeraskepalaan kami, ane balik lagi ke bapak-bapak nelayan itu dan melakukan negoisasi singkat. Kami mendapatkan kapal yang tepat, dan mendapatkan waktu memancing sampai jam 12 siang.

"Nggak beli makanan dulu mbak?" Kata bapak pemilik kapal.

Kami yang nggak pengalaman mancing, hanya grusa-grusu aja tanpa mikir bahwa kami belum makan sejak pagi hehe. Dan mancing sampai jam 12 siang di tengah laut tentunya akan mengocok-ngocok perut. Akhirnya aku beli seplastik pentol.

Perahu mulai berjalan ke arah tengah laut dengan ombak yang cukup bergelombang. 

" Wah ini pemberat pancingnya kurang berat ini mbak, nanti gak kerasa kalau disentil ikan. Biar saya ganti punya saya," kata bapak pemilik kapal.

"Iya pak. Itu kami kemarin beli kail dan pemberat untuk mancing ikan tawar. Jadi pemberatnya cuma segitu." Timpal teman ane.

"Iya mbak, mancing di danau sama laut itu beda mbak. Di laut ada tantangannya yakni arus. Kalau di danau kan tenang aja kondisinya. Jadi mancing di laut harus pakai pemberat yang pas supaya kerasa waktu disentil ikan."

Kami hanya manggut-manggut mendapatkan ilmu baru ini.

"Ini kailnya diulur sampai dasar laut ya mbak," kata bapaknya lagi.

Aku segera mengulur kailku sampai aku merasa pemberat menyentuh dasar laut. Kedalamannya kuperkirakan sekitar 5 meteran. Selanjutnya kami menunggu..... Menunggu....dan menunggu tanpa kepastian. 😁

"Doh lama banget ya..." Belum apa-apa ane sudah mengeluh. Dasar tukang mancing abal-abal! Wkwk.

"Iya mbak.. lama harus sabar.." kata bapaknya.

Kami terus menunggu. Kailku beberapa kali seperti disentil-sentil ikan, tapi setiap kusentakkan selalu zonk. Tidak ada ikan yang tersangkut kail.

"Waduh, aku pusing nih. Mual," kata temen ane.

"Lah.. belum apa-apa udah mual. Katanya orang laut, kok malah ane yang lebih kuat," balas ane ke temen ane sambil meledek.

Yah gimanapun itu kan baru jam 9 pagi, sedangkan kita dapat kesempatan mancing sampai jam 12 siang. Jangan sampai rugi donk.

Akhirnya ane menyuruh temen ane tiduran aja di bagian tengah kapal. Sementara senar pancingnya dihandel oleh bapaknya. Jadi bapaknya pegang 1 senar kail, aku 1 senar kail.

Selang beberapa saat kemudian, bapaknya mengatakan bahwa ada yang tersangkut ke kailnya. Langsung kami disuruh narik dan ternyata benar, kami mendapatkan 1 ikan seperti "kakap putih" ukuran kecil (panjangnya +/- 15 cm).  Hehe seneng banget rasanya, strike pertama hari itu.
Selanjutnya kail yang dipegang bapaknya kembali dimakan 2 ikan lagi, satu ikan dukang panjang +/- 22 cm, dan satu ikan kakap putih lagi walau ukuran kecil, panjang +/- 10 cm. Kailku kok masih sepi-sepi aja.

Kami beberapa kali pindah tempat karena titik mancing tersebut udah benar-benar sepi. Kail kami sama sekali tidak disentil-sentil lagi.

Selama menunggu dapat ikan itu, kami beberapa kali bertukar cerita dengan bapak pemilik kapal. Beliau bercerita kalau pekerjaannya sehari-hari adalah mencari kerang hijau. Csra mencarinya adalah mengambilnya secara langsung di dasar laut dengan menyelam. 

"Hah, menyelam pak? Beneran?" Tanyaku dengan penasaran.

Gimanapun kan air laut di Selat Madura ini cukup keruh, berombak dan kedalamannya lumayan juga, antara 4-5 meter.

"Iya mbak, biasanya supaya tahan lama di dalam air, saya nyelam pakai kompresor. Tau kan, alat yang ada di tambal ban itu biasanya."

Ane hanya terhenyak aja.

"Berapa lama pak biasanya nyelam untuk nyari kerang hijau?"

"Ya tergantung mbak, biasanya dari pagi sampai siang. Kalau beruntung sehari bisa dapat 70 kg, tapi kalau lagi sedikit ya bisa cuma dapat 10 kiloan aja. Tapi ini lagi gak melaut soalnya masih bulan puasa, libur sebulan."

"Biasanya dijual berapa pak per kgnya?"

"10 ribu mbak."

Ane hanya manggut-manggut sambil sesekali membayangkan kerasnya pekerjaan bapak ini. Menyelam di laut berjam-jam, hanya untuk mendapatkan Rp 10.000/kg tentunya bagiku serasa gak sesuai ya. Tapi bagi beliau, mungkin ini satu-satunya cara untuk mencari uang.

"Kalau selama puasa gini, kapalnya buat apa pak?" Tanyaku lagi.

"Biasanya kita sewain ke wisatawan yang mau keliling laut sekitar sini mbak. Biayanya Rp 20.000/orang."

"Oh iya.. cuma ini karena pandemi pasti lumayan berkurang ya pak," kataku menimpali.

"Iya mbak, kalau hari biasa sepi. Biasanya agak ramai itu kalau minggu."

Dalam hati ane berujar, 'Ya Tuhan.. lancarkanlah rejeki bapak ini.'

Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB dan tidak ada tanda-tanda kail kami akan dimakan ikan lagi. Laut begitu sepiiii aku rasa. Mungkin karena hari ini cukup berombak.

"Sudah pak. Kita balik saja." Kataku.

"Oh ya pak, apa ada yang jual kepiting di sekitar sini dengan harga agak miring?" Tanyaku lagi.

"Oh itu, ada teman saya. Coba tak panggilnya. Kayaknya dia baru dapat kepiting laut." Jawab bapaknya sambil memanggil nelayan dengan perahunya yang mau kembali ke daratan.

"Ada kepiting pak?" Kata bapak pemilik kapal kami ke temannya itu.

"Wah gak ada pak. Cuma dapat ikan sekilo aja. Tapi harus kubawa pulang, buat bukti ke bini kalau kerja," katanya setengah tergelak.

"Oh yaudah pak gpp, " kata ane. Kasihan juga sih dia sudah melaut semalaman terus hasilnya kami beli gitu aja dengan harga miring.

Akhirnya bapak pemilik kapal kami memanggilkan temannya yang lain, dan ternyata temannya itu dapat udang laut lebih dari 1/2 kg.

"40ribu aja mbak," kata bapak tersebut ketika aku tanya harga udang.

Kami pun setuju dengan harga tersebut. Dan bapak penjual ini malah menambahkan 2 cumi dan beberapa ikan.

"Memang lagi susah dapat ikan mbak, ombaknya lagi besar. Saya melaut dari tadi jam 3 pagi, sampai hampir jam 11 siang ini cuma dapat segini."

"Iya pak. Kami mancing dari tadi juga cuma dapat 3," kataku menimpali.
Akhirnya setelah selesai bertransaksi di tengah laut, kami pun kembali ke darat dan disambut sama bapak-bapak nelayan lain. 

"Gimana mbak, dapat apa aja?" Tanya mereka.

" Cuma 3 pak, agak susah karena ombaknya tinggi. Ni kami malah beli udang di tengah laut," kataku setengah terpingkal.

"Woo iya mbak. Lain kali lebih lama mancingnya. Supaya dapat banyak," jawab mereka.

"Siaap pak."

Akhirnya setelah memberi sedikit rejeki (yang kutambahi sedikit) kepada bapak pemilik kapal yang mengantarkan kami mancing, kami pun bergegas pulang ke rumah. Benar-benar pengalaman tak terlupakan. Hari itu kami membawa pulang berbagai macam hasil laut, ada kerang darah 1 tangkup kresek, udang laut lebih dari 1/2 kg, cumi, dan berbagai macam ikan. Hari ini kami akan pesta seafood! 😁

0 comments:

Posting Komentar